Lucu ya, di era sekarang ini, timbangan kayaknya punya kuasa lebih besar dari tensimeter. Berat badan naik satu kilo aja bisa bikin panik seminggu, tapi tekanan darah 150/100 malah cuma dibecandain:Â "Ah, paling karena kurang tidur."Â Padahal, secara medis, tekanan darah tinggi jauh lebih berbahaya ketimbang angka di timbangan yang naik sedikit. Tapi kenapa kita malah lebih takut gendut daripada hipertensi?
Jawabannya mungkin ada di cermin... dan di media sosial. Dunia hari ini seperti mengajarkan kita bahwa nilai seseorang bisa dinilai dari bentuk tubuhnya. Kurus dianggap cantik, langsing jadi simbol sehat, dan perut rata adalah tiket menuju validasi sosial. Dari iklan-iklan di TV sampai influencer yang rajin update diet journey-nya, kita dicekoki pesan bahwa tubuh ideal = hidup ideal. Sementara itu, tekanan darah tinggi nggak kelihatan. Dia diam-diam menghantam organ tubuh dari dalam, tanpa sempat tampil di Instagram.
Menurut data dari World Health Organization (WHO), hipertensi adalah salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Di Indonesia sendiri, menurut Riskesdas 2018, satu dari tiga orang dewasa menderita tekanan darah tinggi. Masalahnya, banyak yang gak sadar, atau bahkan gak peduli. Karena penyakit ini gak instan bikin kita rebahan, beda dengan rasa insecure waktu ngerasa celana makin sempit.
Realitanya, tekanan darah tinggi itu "silent killer". Dia gak bikin kita sesak napas langsung atau demam tinggi. Tapi diam-diam merusak jantung, ginjal, bahkan otak. Seringkali, orang baru sadar setelah stroke atau serangan jantung datang tanpa aba-aba. Dan lebih miris lagi, banyak yang bahkan gak pernah cek tekanan darahnya sendiri karena lebih fokus ke angka timbangan badan.
Tentu, menjaga berat badan itu penting. Obesitas memang berkaitan erat dengan risiko hipertensi. Tapi kalau fokusnya hanya ke bentuk tubuh, kita bisa salah kaprah. Misalnya, ada orang yang kelihatan kurus tapi ternyata kolesterolnya tinggi dan tekanan darahnya gak stabil. Ada juga yang berbadan besar tapi rutin olahraga dan punya tensi serta kadar gula darah yang normal. Jadi, kurus bukan jaminan sehat. Dan gemuk bukan berarti pasti sakit.
Kita hidup di tengah budaya yang terobsesi dengan tampilan luar. Padahal, kesehatan sejatinya gak bisa dinilai cuma dari bentuk tubuh. Kesehatan itu holistik mulai dari pola makan, kualitas tidur, tingkat stres, hingga seberapa sering kita bergerak. Mungkin udah waktunya kita geser fokus: bukan cuma soal ukuran baju, tapi juga soal berapa tekanan darah terakhir kita, dan kapan terakhir kali istirahat dengan cukup.
Sadar akan kesehatan itu penting, tapi bukan cuma dari sisi estetik. Kalau kita bisa panik saat berat badan naik, kenapa gak bisa panik juga waktu tensi kita di atas 140? Mungkin karena tensi gak kelihatan dan gak bisa difilter. Tapi justru karena itu, kita harus mulai membiasakan diri untuk peduli pada yang gak kelihatan karena yang gak kelihatan itulah yang bisa membunuh perlahan.
Referensi: