Mohon tunggu...
Vina Noviana Tan
Vina Noviana Tan Mohon Tunggu... -

harus banyak belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kampung Laut dan Pembangunan Merata

31 Oktober 2010   16:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:57 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kampung laut adalah sebuah kecamatan di Cilacap, terdiri dari 4 desa; Ujungalang, Ujung Gagak, Panikel dan Klaces. Saya bersama 4 teman dari Bandung dan Jakarta menuju Kampung Laut Desa Ujungalang dari Bandung tanggal 22-24 Oktober 2010. Stasiun Kiara Condong menuju Stasiun Jeruk Legi menuju Cilacap (Pelabuhan Sleko) sekitar 30 menit kemudian menempuh 1,5 jam perjalanan dengan perahu menuju Kampung laut. Jadi total perjalanan dari Bandung adalah sekitar 8 jam. Cilacap yang sangat industrialisasi, terlihat dimalam hari seperti ibukota dengan tiang seperti kumpulan apartement yang banyak akan lampu di Jakarta. Terdapat Holcim dan Pertamina yang luas dan lebar disepanjang jalan menuju pelabuhan. Melewati pelabuhan, segera akan diperlihatkan bagian kiri dan kanan hantaran mangrove-mogrove yang sangat luas. Wisata mangrove sesuatu yang unik yang saya rasakan, sesuatu yang baru.

Tetapi terdapat juga situasi dilematis pada daerah Kampung Laut, khususnya desa Ujungalang menurut hasil tinjauan saya. Pertama, Kampung Laut meupakan sebuah kecamatan dengan 4 desa, tetapi di desa Ujungalang sendiri tidak ada pasokan listrik dari PLN. Hal ini yang dikeluhkan oleh masyarakat Ujungalang sendiri. Diibaratkan bagaimana sebuah kecamatan dapat terbentuk sedangkan fasilitas mendasar seperti listik pun masih sulit. Terdapat PLTS (Pembangkit Tenaga Listrik Surya) yang dipergunakan untuk mamasok listrik pada jam 18.00-21.00. Kapabilitas PLTS sangat terbatas karena tergantung oleh cuaca panasnya matahari, apabila tidak ada, Kampung Laut tetap menjadi gelap gulita. Diesel pun juga terbatas dan hanya dimiliki oleh beberapa rumah warga yang dimana dikenakan Rp 4000.

Kedua adalah masalah sumber air. Fasilitas PDAM di desa ujungalang adalah nihil, masyarakat masih menerapkan sistem air tadah hujan. Pembangunan PDAM ini merupakan proyek Bappeda Cilacap, tetapi pada akhirnya perkembangannya hanya nol. Hal ini bersumber dari Pak Trisno seorang nelayan, “Awalnya heboh pembangunan, tetapi perkembangannya nol, akhirnya tidak kelar dan tidak ada hasilnya”. Prioritas pencarian air adalah pada air tadah hujan, hal ini dilakukan secara langsung dengan menampung air hujan tersebut, tetapi apabila ditindaklanjuti, Cilacap yang merupakan kota industri dengan tingkat polusi yang tinggi, kemuadian besar air hujan tersebut juga sudah tidak bersih. Hal ini harus dan sangat diperhatikan karena sebagian besar urusan dengan air didapatkan langsung dari air tadah hujan. Dan hal penting lain adalah fasilitas MCK untuk sebagian warga desa Ujungalang masih jauh dari standar, harus diberikan penyuluhan agar kebersihan dan kesehatan warga tetap terjaga.

Ketiga, wisata yang saya lihat didepan mata tersebut sangat indah, hamparan mangrove sangat luas, tetapi ketika membaca hari ini bahwa Kampung Laut telah mengalami kerusakan. Tahun 1903 luas Segara Anakan masih 6.450 ha, tapi tahun 1998 luasnya tinggal 1.400 ha. Menurut citra satelit yang terekam September 2002, luasnya tinggal 600 ha (Teluk Penyu Blog). Mendapat informasi dari Suara Komunitas Website mengatakan kerap terjadi pencemaran akibat tumpahan minyak. 3 Oktober 2010, Pertamina menumpahkan minyak di areal tujuh puluh akibat overflow pengisian ke tangki kapal terjadi di outlet timur Laguna Sagara Anakan. Juga menurut Ketua Forum Warga Jaga Kampung Laut, Yusmanto mengatakan tumpahan minyak ini merupakan salah satu yang terparah dibanding dengan tumpahan minyak yang pernah terjadi di kawasan ini. Dengan semakin tingginya pencemaran akan menjadikan semakin dangkal Segara akibat sedimentasi yang akhirnya akan menurunkan kuantitas udang dan ikan.

Hal diatas merupakan sebagian permasalahan yang ada di Kampung Laut. Tetapi ada yang dapat dijadikan panutan juga seperti apa yang dirasakan oleh Pak Trisno sebagai warna Kampung Laut adalah bukti peranan Program Nasional Pemberdayaan Mandiri (PNPM) Mandiri. Menurutnya program PNPM sangat terlaksana dengan hasil yang dapat dicapai dibandingkan dengan kinerja Bappeda Cilacap. Bappeda itu sering kali banyak bohongnya, dimana awal pembangunan gencar dan lancar, pertengahan hingga akhir prosesnya berlanjut ke titik nol. Tetapi program PNPM dilaksanakan dan ditinjau oleh warga, sehingga transparansi penggunaan dana dari program PNPM dapat di kontrol. Sehingga program PNPM dinilai Pak Trisno sangat efektif, contoh hasil nyatanya adalah pembuatan jalan utama sepanjang desa Kampung Laut tersebut. Kerjasama dan musyawarah didalam program PNPM sangat diperlukan untuk kefektifan pencapaiannya.

Banyak permasalahan yang masih dialami oleh sebuah desa di Indonesia. Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan pembangunan desa-desa tertinggal. Diperlukan pegawai pemerintahan yang bertanggungjawab dan transparan dalam setiap pelaksanaan program. Jujur dan Loyalitas terhadap pembangunan Indonesia secara merata. Jangan hanya Jakarta saja yang bisa merasakan kenikmatan pembangunan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun