Mohon tunggu...
PK IMM FHUM
PK IMM FHUM Mohon Tunggu... Jurnalis - Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima

Jika engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah (Al-Ghazali)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Nepotisme Dalam Dunia Mahasiswa, Adakah?

16 Juni 2022   12:48 Diperbarui: 16 Juni 2022   12:51 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekbid SBO PK IMM FH UM Bima, Dokpri

Penulis : Nabil Fajaruddin

Nepotisme merupakan salah satu sifat yang mementingkan status qou atau bisa di sebutkan dengan sifat kepedulian berlebihan kepada kerabat dekat tanpa memandang potensi. Nepotisme merupakan momok yang telah lestari di negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). dari yang semula berupa kerajaan-kerajaan kecil, bergabung menjadi satu kesatuan berbentuk negara. Entah siapa yang mencetuskanya, tetapi sekarang negeri ini menganut sistem demokrasi. Sistem pemerintahan dan kehidupan kenegaraan yang menjunjung tinggi asas kebersamaan. 

Istilah kerennya adalah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat, konsep demokrasi ini lah yang telah di selewengkan dalam konteks kesetiakawanan. Bagaimana tidak dalil kesetiakawanan sudah menjadi modus operandi baru dalam kejahatan kerah putih. sifat kesetiakawanan maupun sifat kepedulian berlebihan terhadap status qou merupakan hal yang menjamur di dunia mahasiswa dari yang kelas teri sampai kelas hiu. Mulai dari yang tak memiliki gigi, hingga yang memiliki taring. Nepotisme bukan hanya saja terjadi di berbagai sistem pemerintahan tetapi nepotisme juga sudah menjamur pada rana kemahasiswaan. 

Dalam dunia kampus/mahasiswa terdapat banyak organisasi yang bisa di ikuti mahasiswa, baik organisasi yang bercorak nasionalisme maupun yang bercorak keagamaan. Praktik-praktik nepotisme di rana mahasiswa bukan hal yang lumrah baru terjadi tetapi sudah melekat menjadi budaya, misalnya saja saat pergantian tampuk kekuasaan kemahasiswaan ataupun pergantian kekuasaan organisasi kemahasiswaan tersebut berlomba-lomba untuk menjadi pemenang dalam meraih kekuasaan di lingkungan kampus maupun organisasi. 

Setelah sukses meraih kekuasaan jabatan strategi kampus maupun organisasi. Perekrutan anggota di buka untuk mahasiswa secara umum, disinilah saya merasa janggal atas perekrutan tersebut. 

Mahasiswa yang lolos seleksi hampir semuanya berasal dari organisasi yang sama dengan pemegang kekuasaan. Mereka menjegal para calon anggota lain dan lebih memilih mahasiswanya dari organisasinya sendiri, seharusnya pemilihan anggota didasari oleh kemampuan para mahasiswa bukan karena memiliki korelasi yang sama tanpa memandang bakat mahasiswa. Maka harapan untuk memajukan kampus maupun organisasi semakin menurun, karena nepotisme ditubuh organisasi kemahasiswaan itu sendiri. 

Bagi seorang mahasiswa, jiwanya harus terpanggil manakala menemukan ketidakadilan, penindasan dan penghilangan karakter kejujuran. Bahwa sebagai seorang mahasiswa, sudah seharusnya bersikap kritis, solutif dan santun, maka sudah sepatutnya mahasiswa bergerak, tuntaskan ketidakadilan. Memang, terkadang kebenaran itu pahit. Kenikmatan terbesar ketika mengungkap kebenaran bukanlah kemampuan argumen kita dalam memenangkan perkara, tetapi melihat senyum kaum tertindas yang telah lama menindukan sosok pahlawan, penolong dan pembawa perbaikan ke arah yang baik.

Sudah siapkah mahasiswa melakukan itu semua ? Bukan menuju pada titel pahlawan, tetapi melaksanakan kewajibannya dalam mencerahkan masyarakat, bangsa dan agama dari segala bentuk ketidakadilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun