Mohon tunggu...
Muhammad Yanuar Firdaus
Muhammad Yanuar Firdaus Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just a thought, My thought

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Brasil Korban Pragmatisme Sepakbola Eropa

13 Juli 2014   14:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:29 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sempat ada pertanyaan besar mengenai timnas Brasil. Apakah mereka sudah kehilangan jati diri mereka di dunia sepakbola?

Brasil yang kita kenal adalah tim yang memainkan sepakbola indah, penuh aksi dan trik, tapi tetap mampu memenuhi ekspektasi hasil yang diidamkan pendukungnya.

Lihat saja era Ronaldo di 2002, atau Ronaldinho di era yang sama, atau bahkan Rivaldo dengan geliatnya di lini tengah, bahkan Romario, Bebeto, Zico hingga Pele sekali pun bila merujuk jauh ke belakang.

Ada kesamaan mendasar dari mereka, yaitu gaya sepakbola indah. Eric Cantona menyebutnya Joga Bonito, pun demikian khalayak lainnya.

Permainan kaki ke kaki yang mengesankan, aksi individu yang ciamik, tendangan keras melegenda, atau bahkan hanya sekadar potongan rambut yang begitu mencuri perhatian. Itulah Brasil yang kita kenal.

Bagaimana dengan Brasil yang sekarang ini? Skuat Samba asuhan Felipe Luis Scolari yang ada saat ini tak ubahnya tim bermaterikan korban dari industri sepakbola Eropa, yang lebih mementingkan hasil ketimbang proses.

Ambillah contoh kecil. Dari skuat Brasil saat laga melawan Belanda di perebutan tempat ketiga dinihari tadi, 14 pemain yang turun ke lapangan adalah mereka yang berlaga di Eropa. Delapan di antaranya bermain di Inggris, kompetisi yang memainkan sepakbola dengan gaya konservatif.

Bandingkan pula dengan usia pemain-pemain yang jadi andalan Scolari sepanjang Piala Dunia 2014 ini, hampir semuanya berusia muda, atau setidaknya masih dalam rentang usia produktif.

Pemain seperti Willian, Oscar, Ramires, David Luiz adalah pemain yang masih memiliki potensi untuk terus berkembang. Tapi masukan yang mereka dapat dalam mengembangkan kemampuan mereka datang dari sistem kompetisi yang bukan berasal dari akar riwayat mereka dalam bermain sepakbola. Boleh saja mereka mengidamkan pemain seperti Pele, Ronaldo bahkan Kaka, tapi untuk bisa mengikuti gaya dan prestasi mereka dengan sistem dan skema permainan konservatif yang mereka dapatkan saat ini, sepertinya akan sulit bagi mereka untuk berhasil.

Contoh lain yang begitu kental terlihat ada pada sosok Neymar. Masih ingat bagaimana dia bermain di Santos beberapa tahun lalu? Bagaimana sejumlah aksi briliannya dalam melewati lawan begitu banyak bertebaran di Youtube? Tak sedikit pula yang kemudian membandingkan Neymar dengan sosok Ronaldinho, pemain yang sama-sama memiliki aksi freestyle yang enak dilihat.

Lalu apa jadinya ketika dia pindah ke Barcelona? Anda mungkin akan kesulitan mencari aksi Neymar melewati sejumlah pemain lawan dengan gocekan mautnya, kecepatan berlari dengan bola di kaki. Neymar yang ada di Barcelona seperti Neymar yang terkungkung dalam keterpaksaan bermain seperti bukan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun