Mohon tunggu...
Pieter Lomma
Pieter Lomma Mohon Tunggu... profesional -

talk anything, share everything, for better thing, but I'm remains nothing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beragama ala Saya

27 Desember 2016   07:17 Diperbarui: 27 Desember 2016   08:04 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salam kompasiana.

Tulisan ini adalah ungkapan keprihatinan saya atas apa yang saya amati di dalam kehidupan beragama utamanya di Indonesia. Media sosial menyediakan sarana untuk menampung semua uneg2, ide2, dan pendapat2, dari yang mumpuni sampai yang masih belajaran kemudian tersebarluaskan ke seluruh dunia - alam maya. Sampai di sini kelihatanya ya normal2 saja. 

Tetapi masalahnya adalah dampak dari posting2an yang di kategorikan sebagai informasi yang tidak constructive. 

Ini adalah masalah ke-agamaan yang konon ini adalah God's business, ini urusan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan sebaliknya. Kenyataanya kata 'agama' inilah sumber dari banyak konflik. Catatan sejarah tentang konflik karena agama ini sudah berlangsung berabad-abad dalam kehidupan umat manusia. Pertanyaanya adalah sampai kapan konflik ini akan berhenti ? Adakah suatu titik kesadaran di dalam hidup yang di ciptakan Sang Khaliq ini, yang pada akhirnya akan membawa kepada kesadaran bahwa "manusia di ciptakan berbeda - beda, namun hidup di bumi yang sama, dan fakta manusia saling membutuhkan satu sama lain,terlepas dari golongan, agama, bangsa, suku, dan bahasanya".

Ini adalah pemahaman saya, semakin seseorang lebih dalam menjalani kehidupan beragama nya, semakin seseorang itu menyerap hal2 yang baik dari Sumber segala Kebaikan (Tuhan). Artinya akan dimanifestasikan ke dalam nilai2 yang baik dari kehidupan itu sendiri yaitu moral, akhlak, pemikiran yang bijak, menghargai, menghormati, toleransi dan masih banyak lagi.

Sayangnya masih banyak orang (dari banyak agama lho) beranggapan hal2 yang secara fisik entah itu tittle, jabatan, pakaian, dan tanda fisik lainya seperti kumis, jenggot, rambut, dan masih banyak lagi adalah ukuran kerohanian seseorang. Bagi saya tingkat kerohanian seseorang hanya bisa dinilai secara akurat oleh Tuhan sendiri, selebihnya sebagai manusia kita hanya bisa menilai dari hal2 yang dihasilkan dari kehidupanya tersebut, apakah secara umum memiliki dampak positif atau negative terhadap kehidupan umat manusia (bukan hanya terhadap golongan tertentu). Jikalau hal2 yang seperti ini tidak di sadari, maka manusia akan terjebak kepada pembodohan yang massive yang ujung2nya hanya menghasilkan kekerdilan wawasan dan yang paling menyedihkan adalah kematian hati nurani.

Terhadap sesamaku manusia ciptaan Tuhan (apapun agamanya) - janganlah terlalu bangga ketika kita bisa posting dengan memanfaatkan aspek emotional yaitu informasi2 yang sanggup menimbulkan rasa simpaty, sepenanggungan, sependeritaan, bahwa seakan-akan ada situasi dimana suatu golongan sedang di kelilingi oleh musuh, situasi perang, terzolimi, ada rencana jahat, konspirasi, kecurigaan yang membabi buta, dan pokoknya pikiran yang negative terus dipupuk, permusuhan, kebencian ..... ya ampuuuun. Kalau kehidupan agama hanya berkutat kepada hal2 yang picik semacam ini, maka inilah pertanyaan2 saya. 

Dimanakah Tuhan yang kepadaNya kita menghadap setiap saat itu? apakah Dia sudah tidak sanggup lagi mengatur kehidupan manusia yang diciptakanNya? Bukankah sebaiknya kita berhenti untuk merendahkan KekuasaanNya di dalam posting2an, ajakan2 dan hasutan manusia yang meng atas namakan Tuhan. Bagi saya kemampuan untuk hidup beragama itu adalah kemampuan untuk berserah sepenuhnya bahwa Dia adalah Maha Besar dan Maha Kuasa, dengan kesadaran seperti itu Tuhan pasti menyatakan pembelaanNya sekaligus keadilanNya kepada umatNya yang ada dalam penderitaan atau terancam hidupnya. Jadi tidak perlu Tuhan dibela tetapi Tuhan lah yang membela umatNya.

Mohon maaf saya sengaja tidak memakai referensi apapun dan hanya mengungkapkan apa yang ada di benak saya, kiranya memberi dampak yang baik terhadap yang mau menerima.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun