Mohon tunggu...
Viky Zulfikars
Viky Zulfikars Mohon Tunggu... Foto/Videografer - belum ada jabatan

conten creator

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Human Garage

8 Januari 2024   23:51 Diperbarui: 8 Januari 2024   23:55 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Human Garage" attau garasi manusia.

Sebuah artikel oleh Viky Zulfikars

Sebuah istilah yang saya sebutkan  pada satu objek Ruang (Tempat). Yang dimna Ruang (Tempat) tersebut menaungi sebuah pikiran, skil, dan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai hal yang sama, namun yang sering terjadi adalah ketidak sadaran manusia atas apa yang dimiliki dalam dirinya. Maka dari itu manusia membutuhkan objek Ruang (Tempat) untuk  mengembangkan pikiran, skil, dan kemampuannya.

Ruang adalah wadah yang sanagt besar meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara dan termasuk jugaa ruang bumi, sebagai satu kesatuan wilayah tempat mahluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam konteks ini manusia di ciptakan untuk mengisi ruang-ruang tersebut dengan kamampuan yang dimilik, sehingga dalam praktiknya manusia mempunyai tanggung jawab untuk kehidupan di bumi atau menggendaki adanya suatu perbuatan yang terkandung di dalamnya suatu kesukaran.

Dari fakta kemampuan yang di miliki manusia ini kemudian menjadi ruang ruang yang di ciptakan atas dasar keresahan, keingin tahuan, dan tanggung jawabnya sebagai manusia. Proses ini lalu menjadi istilah "Cipta, Rasa, dan Karsa", Cipta bersinggungan dengan kekuatan pikiran untuk merancang atau membuat sesuatu. Rasa bersinggungan dengan kekuatan hati manusia untuk menanggapi sesuatu, sedangkan karsa adalah semangat atau dorongan dalam diri manusia untuk berbuat sesuatu. Dengan menyeimbangkan ketiganya, seorang manusia dipercaya dapat memenuhi keinginan atau tujuan hidupnya.

Peristiwa-peristiwa ini lah yang kemudian menjadi masalah di daerah kabupaten jepara hari ini perihal kebudayaan. Jika mengaca pada geografis yang ada pada hari ini, jepara terletak di ujung utara pantai jawa dimana jepara menjadi kota tujuan, yang artinya jepara harus mempertahankan kebudayaan dan kemurnian sebagai mana mestinya. Tak hanya itu perihal pembangunan sdm pun harus di perhatikan sehingga ketika jepara kedatangan orang orang dari luar yang menetap di jepara tidak terbawa arus atau terpengaruh dengan ideologi baru.

Sebagai kota tujuan, pribumi wajib mengenalkan culture jepara itu sendiri dari mulai kebiasaan, lingkungan , makanan dan kesenian yang ada.  Jika mengutip dari istilah jawa bahwa "ajining diri soko lathi, ajining bangsa saka luhuring budaya" yang artinya harga diri seseorang di tentukan dari ucapannya dan harga diri bangsa dari tingginya kebudayaan.

Sebagai contoh peristiwa adalah Kesenian daerah hari ini minimnya sumber menjadi faktor utama dalam masalah ini, Beberapa sumber yang masih ada mereka tidak bisa menjelaskan secara detail bagaimana perkembangan kesenenian di daerah jepara yang berkembang sampai hari ini, Dari mulai Seni Rupa, Seni Tari, Seni Drama, dan Seni Tradisi lainnya terutama seperti pedalangan dan karawitan ini sangat lah minim sumbernya atau bahkan sudah tidak ada.

Dari peristiwa dan masalah ini seorang tokoh di Jepara Utara mencoba hadir memberi solusi atas keresahan ini, berangkat dari praktisi kesenian, hingga menjadi curator kesenian tradisi, ia mencoba untuk membangun sirkel baru dalam menangani kesenian tradisi di jepara, dengan membuat ruang bagi masyarakat yang ber visi misi pada pengembangan kebudayaan tradisi dan spiritual,  Ia mendirikan ruang ini sejak tahun 2018 hingga sekarang dan di namai Yayasan marga langit.

Dalam perjalanannya sangatlah tidak mudah, banyak rintangan yang di alami dari mulai pasang surut anggota hingga konsistensi. Namun kesadaran atas generasi yang tidak tahu dengan kebudayaan lokal dan seni tradisi ini lah menjadi alasan untuk tetap lanjut melestarikan berbagai macam bentuk kebudayaan dan seni tradisional melalui kegiatan dan kelas kelas kesenian seperti pedalangan, karawitan bahkan satra jawa setiap minggunya.

Generasi milenial yang tidak tau dengan budayaanya lokal adalah buah hasil dari lingkunan dan sumber yang tidak di jaga. Sadar atas keadaan tersebut maka upaya membentuk kelas mingguan itu di bentuk dan berkolaborasi dengan seniman lokal yang telah lulus dari jenjang akademik seni, sehingga simbiosi mutualisme dalam lingkup kesenian tradisi di jepara terbentuk. Harapan besarnya adalah pemerintah daerah dapat membantu dalam hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun