Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kok Kamu Rasis Sih?

21 Agustus 2019   16:05 Diperbarui: 29 Agustus 2019   10:51 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam tahap ini, pelaku rasisme berhenti bersimpati terhadap anggota-anggota dari kelompok yang lain, dan memusatkan kepeduliannya hanya kepada sesama anggota kelompoknya. Ia bersikap mulia dan murah hati kepada keluarga dari anggota ormas yang sama, tetapi bengis terhadap anggota dari kelompok yang berbeda.

Kepedulian eksklusif terhadap anggota kelompok bukanlah sesuatu yang tanpa pamrih. Pemimpin dari kelompok yang rasis akan selalu berusaha menyenangkan telinga pendukungnya dengan mengumpankan pidato-pidato yang menyalahkan kelompok di luar mereka.

Seorang pemimpin agama yang tidak aware dengan kelemahan jiwanya rentan terjebak dalam siklus yang sentripetal (berpusat pada ego) tersebut.

Ia memberi apa  ingin mereka dengar agar mereka terus mengumpankan dukungan yang amat diperlukannya untuk membangun kepercayaan dirinya.

Fenomena transaksional ini jelas terlihat pada tokoh-tokoh fasisme dalam sejarah. Hitler, misalnya, dikenal sangat hangat terhadap putra-putri Joseph Goebbels, menteri propagandanya. Mukanya berubah penuh kebencian bila berbicara tentang orang-orang Yahudi.

Dalam tahap ketiga, subjek rasisme mengalami homogenisasi. Identitas dirinya menyatu dengan identitas kelompok. Itu berarti, sikap dan pola pikir individu senantiasa dikendalikan oleh asumsi dan prasangka-prasangka kelompok. Dalam bahasa sehari-hari kita menyebutnya orang-orang fanatik.

Tahap keempat adalah yang paling berbahaya karena bersifat destruktif. Dalam tahap ini subjek memproyeksikan kegagalan dan kelemahan-kelemahan pribadinya kepada kelompok lain untuk menghindari tanggung jawab.

Sebelum ia atau kelompoknya disalahkan, ia terlebih dulu menyalahkan orang lain. Kelompok lain selalu salah, sedangkan dia dan kelompoknya adalah korban.

Pada puncaknya, mereka berani menyerang, memfitnah, membakar, hingga membunuh sebagai ganti atas tuduhan yang diarahkan kepada mereka.

Kesimpulan yang didapat, individu yang mempunyai naluri narsistis yang kuat dan paranoid rentan terhadap "penyakit" rasisme. 

Sedangkan, orang-orang yang sehat secara psikologis tidak rasis karena tidak merasa perlu mengidentikkan dirinya dengan identitas suatu kelompok. Mereka tidak takut "terguncang" ketika menghadapi identitas yang berbeda (other) dari dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun