Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Orang Minimalis Itu Merdeka Lho, Mau Tahu Caranya?

2 Agustus 2019   07:29 Diperbarui: 2 Agustus 2019   19:38 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi oleh Andrew Hyde 

Bagi sebagian orang, bulan Agustus identik dengan berburu promo diskon. Di bulan ini hampir semua waralaba menawarkan promo 17-an, secara daring atau luring. Dulu, promo itu hanya berlaku untuk produk kendaraan bermotor.

Ini tentu berita baik bagi generasi urban yang semakin konsumtif. Walau penghasilan tetap sama, berkat diskon, mereka dapat membeli lebih. Pikir mereka, hidup adalah proses untuk memiliki lebih (more), dan promo diskon adalah kesempatan untuk panjat status.

Fenomena ini pertama kali diamati oleh Thorstein Veblen, seorang ekonom abad 19. Di zamannya, ia mulai melihat orang-orang membeli barang-barang untuk meningkatkan derajat sosial dan gengsi. Tujuan hidup mereka satu: mempunyai lebih banyak.

Akibatnya, orang-orang modern di negara merdeka justru terpenjara. Mereka terjebak dalam kompetisi untuk membeli dan menyimpan lebih banyak. Bila tidak menjadi yang terbanyak, mereka akan merasa kecil hati.

Orang-orang modern di negara merdeka justru terpenjara. Mereka terjebak dalam kompetisi untuk membeli dan menyimpan lebih banyak. Bila tidak menjadi yang terbanyak, mereka akan merasa kecil hati.

Karena itu, segelintir orang memilih arus yang berlawanan. Mereka ingin merdeka dari konsumerisme. Bagi mereka, Less is the new more. Komunitas ini disebut "kaum minimalis".

Bahagia Itu Minimalis 

Mendengar kata "minimalis", mungkin yang terbayang oleh kita adalah sebuah aliran seni, fesyen, arsitektur atau desain interior. Itu benar, tetapi lebih dari itu, "minimalisme" merupakan gaya hidup.

Gerakan hidup minimalis dimulai pada tahun 2006 oleh para blogger. Leo Babauta dan blogger-blogger lain mulai menulis tentang pengalaman mereka menemukan kebahagiaan ketika mereka berfokus pada lebih sedikit barang.

Menurut kaum minimalis, dengan menghilangkan hal-hal yang tidak memberi nilai atau kebahagiaan, manusia akan mengalami banyak keuntungan seperti berkurangnya stres, hidup lebih terarah, keamanan finansial meningkat, lebih banyak waktu bersama keluarga.

Prinsip utama menjalani gaya hidup ini adalah hanya memiliki apa yang menjadikan bahagia. Itulah sebabnya, pertama-tama seorang minimalis harus menemukan apa itu kebahagiaan. Jika ia tidak dapat menentukan definisi kebahagiaan, maka orang lain atau media sosial yang akan menentukannya.

Itulah sebabnya, pertama-tama seorang minimalis harus menentukan apa itu kebahagiaan. Jika ia tidak dapat menentukan definisi kebahagiaan, maka orang lain atau media sosial yang akan menentukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun