Mohon tunggu...
Safinah Al- Mubarokah
Safinah Al- Mubarokah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nassar Muzdalifah dan Analisis REBT

22 Desember 2014   18:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:43 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dunia pertelivisian kita kini sedang gencar untuk saling memberitakan kabar mengenai keretakan rumah tangga seorang pedangdut Indonesia, Nassar Sungkar dengan istrinya Muzdalifah. Kabarnya, pemicu keretakan rumah tangga Nassar di awali dari Nassar yang telah memberhentikan istrinya untuk menjadi manajernya. Selama ini Nassar menjadikan istrinya sebagai manajer, jadi di mana Nassar pergi selalu ada Musdalifah.

Kini, keadaan sudah berbeda, Nassar tidak lagi menjadikan istrinya sebagai manajer. Alasannya, istrinya agar bisa fokus dengan usaha bisnisnya dan mengurus anak-anaknya. Sedangkan ia sendiri pun bisa fokus dengan pekerjaannya. Namun, hal ini tidak bisa diterima dan dipahami dengan baik oleh istriya. Keputusan Nassar dianggap bahwa Nassar telah berubah dengan isterinya. Ia beranggapan bahwa Nassar sudah tidak sayang lagi dengan dirinya, suaminya ingin bebas tanpa ada pantauan dari dirinya. Ia mencurigai bahwa suaminya akan berusaha menjauh pelan-pelan dari keluarganya. Dengan berusaha mandiri mencari uang tanpa bantuan istrinya. Semua itu hanya datang dari pikiran-pikiran Muzdalifah sendiri. Kecurigaan-kecurigaan yang tidak ada bukti dan sifatnya belum pasti hanyalah sebuah bentuk kewaspaadaan, kekhawatiran yang tidak baik jika terus ditanam dalam sebuah hubungan. Hal-hal inilah yang kemudian menjadi masalah bagi rumah tangga Nassar dan Muzdalifah.

Menanggapi peristiwa di atas, maka sebagai praktisi di bidang psikologi konseling dapat menganalisanya dengan menggunakan teori Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). Teori ini adalah salah satu pendekatan yang mengintegrasikan aspek behavioral, kognitif, serta afeksi, yang berorientasi pada membangun kognisi dan perilaku individu yang menekankan pada berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. Konsep dasar REBT adalah, bahwa seseorang berkontribusi terhadap munculnya problem psikologis, baik yang ditunjukkan dalam gejala-gejala yang spesifik hingga pada interpretasi terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu.

Menurut pandangan teori REBT, bahwa manusia sejak lahir memiliki potensi untuk berfikir rasional dan irasional. Manusia mempunyai potensi untuk mengembangkan diri, berbahagia, berfikir dan berpendapat, bekerja sama dengan orang lain. Namun pada sisi lain, manusia juga memiliki potensi untuk menghancurkan atau merusak diri sendiri, mengingkari pikiran-pikirannya, intoleran (tidak toleran), menolak realitas. Artinya, orang yang sehat secara psikologis adalah orang yang mampu berfikir secara rasional dan orang yang bermasalah adalah orang yang berfikir secara irrasional.

Teori A-B-C

Teori ABC merupakan bagian penting dari REBT yang menjelaskan mengenai hubungan antara sebuah peristiwa, keyakinan terhadap peristiwa tersebut, dan konsekuensi yang timbul atas keyakinan tersebut.

A adalah activating event, adalah peristiwa yang dialami oleh individu berupa fakta, peristiwa, atau sikap seseorang.

B adalah beliefs, adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri seseorang terhadap suatu peristiwa. Keyakinan ini dapat berupa irrasional atau yang irrasional. Keyakinan rasional merupakan cara berfikir yang masuk akal, tepat, dan bijaksana, sehingga menjadi produktif dan konstruktif. Sebaliknya, keyakinan irrasional adalah cara berfikir yang salah, tidak logis, atau emosional yang berakibat tidak produktif dan destruktif.

C adalah consequence, adalah konsekuensi emosional atau hambatan-hambatan emosional sebagai akibat dari keyakinan yang irrasional. Dapat berupa kognitif, perasaan, serta perilaku.

Secara sederhana konsep teori ABC adalah bahwa hambatan-hambatan emosional yang dialami seorang (consequences) bukan sebagai akibat langsung dari peristiwa yang dialaminya (activating event), melainkan disebabkan oleh keyakinan-keyakinan terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya tersebut (beliefs).

Jika peristiwa di atas diurai dengan teori ABC maka dapat disimpulkan bahwa:

A = Nassar tidak menjadikan istrinya sebagai menejernya lagi

B = keyakinan Musdalifah kepada suaminya, (tidak sayang lagi, suami berubah, ingin bebas dari pantauan istri, dll)

C = pertikaian yang terjadi antara Nassar dan Musdalifah

Pertikaian yang terjadi atau (C) bukan merupakan akibat dari Nassar tidak lagi menjadikan istrinya sebagai menejer (A), namun itu adalah akibat dari keyakinan-keyakinan negatif yang muncul dari diri istri (B).

Lalu, bagaimana mengatasi masalah seperti ini?

Sebagai seorang konselor tugas kita adalah membantu konseli kita untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam peristiwa ini, yang menjadi masalah bagi konseli adalah pikiran atau keyakinan irrasional yang menyebabkan pertikaian. Maka dari itu, konselor harus mampu membantu konseli untuk merubah cara pandang, keyakinan-keyakinannya yang irrasional. Berikut akan dijelaskan langkah-langkah yang dapat digunakan konselor untuk membantu klien:

a.Konseli memahami bahwa perilaku disfungsionalnya terjadi tidak hanya karena penyebab di masa lalu, tetapi bahwa penyebab tersebut masih ada dalam pikiran konseli sampai saat ini.

b.Konseli memahami bahwa apa yang mengganggunyasaat ini karena keyakinan irrasional yang terus dipertahankannya

c.Konseli memahami bahwa tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan psikologis yang dialaminya dengan cara mengikuti, mendeteksi, dan melawan keyakinannya yang irrasional dengan keyakinan rasional.

Setelah konseli dapat memahami tiga hal di atas maka konselor menunjukkan kepada konseli bahwa keyakinan-keyakinan diri konseli telah dan masih merupakan sumber utama gangguan emosional yang dialaminya. Konselor mendorong konseli untuk menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar, sehingga memberikannya “intellectual insight”, yaitu pengetahuan bahwa ia bertindak buruk dan keinginan untuk memperbaiki perilakunya. Apabila proses ini berhasil, konseli akan memperoleh “emotional insight”, yaitu tekad untuk bekerja keras merubah atau reconditions terhadap perilakunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun