Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Herry Wirawan Dihukum Mati, Maka Selayaknya Pemerkosa Lainnya Tidak Bisa Berdamai dengan Korban

4 April 2022   22:15 Diperbarui: 4 April 2022   22:25 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Herry Wirawan menjalani sidang vonis. Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI via kompas.com

Pada akhirnya, Terdakwa kasus pemerkosaan santriwati di Bandung, Herry Wirawan di hukum mati mati. Vonis maksimal yang bukan saja mengahiri kejahatannya, tetapi juga kehidupannya. Bahkan memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi lebih dari Rp300 juta terhadap para korban. Hilang nyawa dan hilang harta.

Kasusnya sempat membuat banyak orang merasa kelu. Tak bisa berkata apa-apa dan sangat terkejut terhadap korban yang merupakan siswanya sendiri. Apalagi beberapa diantaranya telah melahirkan anak. Pintu pendidikan yang seharusnya membuka cakrawala, malah menjadi tameng pemisah antara pengetahuan dan adab. Hanya guru tak beradab yang memperkosa anak didiknya sendiri.

Keputusan yang mengamini banding Kejaksaan tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, menunjukkan kalau para pemerkosa bisa dihukum maksimal sampai hukuman mati. Bukan semata-mata maksimal sampai 15 tahun jika mengacu pada Pasal 81 ayat (1) UndangUndang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hukuman maksimal ini bisa menjadi acuan untuk menghukum berat pelaku pemerksaan lainnya. Karena akibatnya bukan main bagi para korban. Pemerkosaan terhadap anak tidak hanya mengancam dan mencederai fisiknya semata, melainkan juga mengganggu emosional, tumbuh kembang, dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya. Apalagi, korban pemerkosaan masih kerap menjadi orang yang disalahkan. Padahal korban adalah korban. Pelaku harus dihukum berat.

Nah pada banyak kasus lainnya, korban pemerkosaan malah sering didamaikan dengan para pelaku. Baik dengan iming-iming uang, nama baik, dan intimidasi. Bayangkan saja, bagaimana mungkin pelaku kejahatan seksual diminta akur dan damai begitu saja dengan korban yang telah dinjak-injak harga dirinya.

Masih Banyak Kasus Pemerkosaan Diselesaikan dengan Jalan Damai

Kalau Ada Pelaku Pemerkosaan yang Dihukum Mati, Maka Keputusan Hukum Pemerkosa Lainnya Selayaknya Tidak Bisa Diselesaikan dengan Jalan Damai. Tetapi faktanya masih banyak kasus hukum kejahatan seksual pemerkosaan usai begitu saja.

Pelaku mengupayakan jalan damai dan pihak keluarga korban pun menyetujuinya entah itu karena keterpaksaan atau motif lainnya. Mau bukti keputusan damai yang menyakitkan hati? Cari saja pemberitaan di internet tentang kasus pemerkosaan dengan jalan damai di Pekanbaru pada awal tahun 2022. Begitu pula, banyak kasus-kasus lain kekerasan seksual yang sangat menyedihkan jika ditinjau dari persfektif korban.

Mau korbannya cuma satu orang atau puluhan orang seperti yang dilakukan Herry Wirawan, cara penyelesaian kasus selayaknya dari kacamata korban. Seperti yang terjadi terhadap pelaku di Bandung tersebut. Bukan hanya nyawa melayang, tetapi harta juga dijadikan ganti rugi untuk kepentingan para korban.

Kejahatan seksual itu sangat keji. Semakin keji kalau cara penyelesaian hanya dengan jalan damai. Perdamaian tidak akan membuat luka terlalu dalam dari segi fisik dan jiwa itu tak dapat sembuh kembali. Tetapi apa daya atas dasar Undang-Undang dan keputusan hakim yang menentukan hukuman para permerkosa tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun