Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Naniek S Deyang, Hoaks, dan Kaidah Jurnalistik

13 Oktober 2018   10:25 Diperbarui: 13 Oktober 2018   11:28 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono (foto dok Alex Palit)

Sebagai sesama jurnalis yang pernah tunggal guru, di sini saya hanya ingin mengapresiasi sebagai bentuk empati terkait pemanggilan Naniek S Deyang (NSD) sebagaimana dilansir oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Argo Yuwono, yang akan diperiksa (Senin,15/10) sebagai saksi dalam rangka penuntasan drama politik kasus hoaks yang dimainkan Ratna "Ratu Hoaks" Sarumpaet.

Sebagaimana disampaikan Argo Yuwono, pemeriksaan saksi NSD terkait perannya sebagai orang yang memberitahukan prihal kabar cerita penganiayaan Ratna Sarumpaet kepada Prabowo Subianto (PS).

Di sini saya tidak juga tidak ingin mengomentari atau berandai-andai beranalisis atas implikasi adakah pelanggaran hukum atau politis yang bakal dikenakan kepada NSD selaku Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo -- Subianto, yang ternyata kabar cerita itu adalah hoaks.

Termasuk di sini saya juga tidak ingin menuliskan dari mana dan siapa asal muasal kabar adanya cerita penganiyaan aktivis Ratna Sarumpaet itu diterima untuk kemudian diminta disampaikan kepada PS, dan seterusnya, dan seterusnya yang kemudian menimbulkan kegaduhan politis.

Termasuk di sini saya juga tidak ingin menyebutkan nama -- nama politikus yang sempat ikut meyebarkan kabar cerita berasal dari Ratna Sarumpaet atas cerita penganiayaan dirinya.

Yang pasti saya akui prihal kedekatan Deyang dengan PS, sehingga tak heran bisa dijadikan akses jembatan bagi orang yang untuk bisa berkomunikasi atau bertemu dengan PS.

Sebagai sesama jurnalis yang pernah seperguruan tunggal guru gemblengan (alm) Valens Doy sewaktu jadi wartawan di Harian Surya (Surabaya) dan Persda Kompas -- Gramedia (Jakarta), pastinya saya sedih, prihatin dan empati atas peristiwa ini.

Saya tidak tahu apakah ini kealpaan, ketidakcermatan, kecerobohan atau apalah sebutan yang pas, kok tak ada lagi konfirmasi ulang atau cek & ricek kebenaran kabar cerita tersebut yang kemudian langsung ditelan mentah-mentah.

Kalau kabar cerita benar itu tidak masalah, malah bisa digoreng sana-sani jadi nyanyian potong bebek angsa masak di kuali, digoreng serong ke kanan -- serong ke kiri, sebagai komoditas politis. Tapi manakala kabar cerita itu hoaks?

Sebagai jurnalis, saya mengkritisi Deyang -- begitu saya menyapanya -- karena dalam hal ini tidak cermat, (terjebak) emosional, kenapa  tidak lakukan konfirmasi atau cek & ricek atas kebenaran kabar cerita tersebut.

Sebagai jurnalis yang pernah menjadi pemimpin redaksi sejumlah media yang dikelolanya, dan berpredikat wartawan senior yang sudah malang-melintang dan blusukan dilorong-lorong dunia jurnalistik, pastinya Deyang paham betul apa itu pedoman, kaidah, etika jurnalistik, dan moralitas jurnalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun