Kita menyadari bahwa menjadi Gembala di tanah Papua tidak mudah. Ada rupa-rupa tantangan yang menuntut Gembala terlibat dalam realitas sosial jemaat. Menjadi Gembala di tanah Papua tidak hanya sebatas melayani jemaat dari altar dan mimbar gereja. Ia harus turun ke tengah-tengah realitas sosial hidup jemaat. Bahkan seorang Gembala di Papua harus memindahkan altar dan mimbarnya ke tengah-tengah hidup jemaat. Gembala harus ada bersama jemaat di dalam setiap penderitaan dan kegelisahan mereka.
Menjadi Gereja yang memeluk Papua merupakan upaya konkret menghadirkan Kerajaan Allah di tengah seluruh realitas sosial dan pergumulan hidup kawanan domba, umat, jemaat orang Papua.Â
Kita berharap para Gembala sungguh-sungguh hadir dan memeluk orang-orang Papua melalui pelayanan yang menyentuh kebutuhan hidup mereka di bidang rohani, tetapi juga di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan budaya.Â
Di sini, di tanah terberkati ini, kawanan domba orang Papua berdiri di muka pintu menanti datangnya Gembala-Gembala yang mau memeluk kerapuhan mereka. Gembala-Gembala yang mengulurkan tangan dan menggandeng tangan kawanan domba keluar dari gubuk-gubuk tua menuju rumah sehat. Gembala-Gembala yang menuntun kawanan domba pergi ke Sekolah Dasar dan Puskesmas. Gembala-Gembala yang berjalan bersama kawanan domba pergi ke dusun tanpa rasa takut. [Nabire, 2 Mei 2021; 11.00 WIT].