Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebijakan Pendidikan yang Belum Berpihak Pada Pendidik

10 Januari 2018   23:47 Diperbarui: 10 Januari 2018   23:52 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilsutrasi: Jateng.Tribunews.com

Beberapa hari terakhir, bahkan sebelum memasuki liburan natal dan tahun baru sejumlah guru-guru Sekolah Menengah Atas/SMA kabupaten/kota se-Provinsi Papua Barat sibuk dengan persiapan berkas pengusulan kenaikan pangkat yang akan diantar ke Manokwari sebagai Ibukota Provinsi Papua Barat. Mungkin juga hal ini dialami para guru di kabupaten/kota lain di Indonesia. Bukan saja soal urusan kenaikan pangkat tetapi  hampir semua urusan yang berkaitan pendidikan dan nasib-nasib guru mulai dari urusan kenaikan pangkat, kesejahteraan dan lain sebagainya harus berhubungan dengan provinsi.

Perubahan paradigma pelayanan pemerintah kepada guru-guru ini sebagai dampak dari lahirnya kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional/Kemendiknas yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah provinsi dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Provinsi untuk menangani managemen pendididkan Lanjutan Tingkat Atas atau SLTA yang sebelumnya ditangani pemerintah kabupaten/kota.

Bagi saya apapun keputusan dan kebijakan Kemendiknas ini tentu lahir dari suatu proses pemikiran yang panjang dan matang para pakar pendidikan untuk memperbaiki tata kelola pendidikan di tanah air.  

Ilustrasi: Netral News.com
Ilustrasi: Netral News.com
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Muhammad  sebagaimana yang dilansir repblik.com tanggal 22 Februari2016 mengatakan pengalihan kewenangan ini pada dasarnya bertujan agar pemerintah daerah bisa lebih fokus dalam mengurus masalah pendidikan dengan membagi kewenangan. Dimana pemerintah kabupaten/kota dapat lebih fokus membenahi pendidikan dasar, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas).  Sementara pemerintah provinsi dapat lebih memprioritaskan pendidikan menengahnya serta menuntaskan menuntaskan program Wajib Belajar (wajar) 12 Tahun.

Namun sayangnya kebijakan ini  tidak memperhatikan karakteristik wilayah masing-masing provinsi di Indonesia. Atau setidaknya kebijakan ini diikuti perangkat yang memudahkan para guru sehingga tidak harus ke provinsi jika ada urusan-urusan yang berkaitan kedinasan.  Bagi  guru yang mengabdi di daerah atau provinsi yang berkarakteristis daratan dengan transportasi dan komunikasi yang lancar seperti beberapa provinsi di Kepulauan Jawa, Sumatera dan Bali tentu kebijakan ini sangat strategis dan tidak menjadi kendala.

Tetapi bagaimana nasib para guru atau pendidik yang  ditempatkan di provinsi  seperti di Papua, Maluku dan Nusa Tenggara dengan medan dan alam yang berat? Apalagi penyebaran sekolahnya   merata di kabupaten/kota dengan berkarakteristik kepulauan, pengunungan dan pendalaman? Bukankah ini kendala bagi mereka dan tentunya perpengarus pada kualitas pendidikan itu sendiri?

Sebagaimana manusia tentu kita membayangkan betapa sulitnya perjuangan para pahlawan bangsa kita ini. Mereka harus mengorbankan waktu, tenaga bahkan materi. Dan satu lagi mereka meninggalkan proses belajar mengajar hanya karena urusan dengan masalah kenaikan pangkat atau urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka seperti beras dan gaji. Padahal disatu sisi kita terus selalu meminta guru itu untuk berada ditempat.

Saya berpikir bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi. Saatnya kita harus memberikan pelayanan yang baik terhadap guru. Bukankah guru memiliki peran strategis dan mulia dalam pembangunan bangsa?. Dari tangan seorang gurulah lahir generasi-generasi penerus bangsa. Pemerintah memang terus meningkatkan pelayanan dan perhatiannya terhadap guru.

Sebenarnya sejumlah akrivitis dan tokoh pendidik dari Kota Surabaya pernah mengajukan Yudisial Review di Mahkamah Konstitusi terkait kebijakan pelimpahan kewenangan pengelolaan SMA ke provinsi ini. Sayangnya perjuangan pahlawan tanpa tanda jasa dari kota pahlawan ini tidak dikabulkan MK. Tentu pemerintah memiliki landasan pemikiran tersendiri. oleh karena itu, kita semua berharap pelayanan pendidikan kedepan khususnya kepada guru-guru akan semakin baik sehingga para pendidik kita yang tersebar di berbagai pelosok tanah air ini tidak diabaikan tetapi terus diberikan perhatian yang serius. 

Salam...

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun