Mohon tunggu...
Petrus Paryono
Petrus Paryono Mohon Tunggu... swasta -

Konsultan Independen & Trainer: Teknologi Informasi, Sistem Informasi Geografis, Penginderaan Jauh Lingkungan, Analisis Spasial.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Emisi Gas Rumah Kaca dan Nasib Komitmen Presiden SBY

24 September 2014   20:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:40 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Riau berasap lagi. Demikianlah chat WhatsApp dari seorang rekan saya minggu lalu. Agak kaget juga dapat informasi seperti itu, sebab yang saya sedang baca adalah kabut asap yang menyelimuti Palembang, Sumatera Selatan. Hampir setiap tahun Riau memproduksi asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Ketika saya bertanya kepada seorang Rimbawan di Riau “ada hutan di Riau yang terbakar lagi?” yang bersangkutan mengatakan “bukan terbakar, tetapi dibakar”. Lho, berarti ada yang sengaja membakar hutan atau lahan disana. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2012 lalu naik pitam karena ada oknum-oknum yang sengaja membakar hutan atau lahan. Sebelumnya saya sempat lihat di Youtube, Presiden SBY marah-marah dalam rapat kabinet, karena para menterinya masih bisa tertawa-tawa padahal ada asap yang sudah mulai diekspor ke negara-negara Malaysia dan Singapura. Negara-negara tetangga pun sudah mulai protes.

SBY pantas uring-uringan karena selalu terjadi kebakaran hutan atau lahan di wilayah Indonesia terutama di Sumatera yang selain menyesakkan rakyat lokal Indonesia sendiri juga rakyat negara-negara tetangga. Hal ini dilandasi oleh adanya komitmen yang diucapkan SBY ketika menghadiri Pertemuan Puncak G-20 di Pittsburgh 25 September 2009. Pemerintah Republik Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% dengan kerjasama internasional pada tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya rencana aksi (bussiness as usual/BAU). Komitmen tersebut ditindaklanjuti pada 26 Mei 2010 dengan penandatanganan Surat Pernyataan Kehendak (Letter of Intent) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Norwegia tentang “Kerja sama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia”, yang dikenal sebagai REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation Plus).

Konferensi Perubahan Iklim PBB (United Nations Climate Change Conference) yang diadakan 29 November - 11 Desember 2010 di Cancun, Meksiko menghasilkan apa yang disebut Kesepakatan Cancun (Cancun Agreements). Ada 5 aktivitas yang menjadi pokok kesepakatan ini: a) Mengurangi emisi dari deforestasi; b) Mengurangi emisi dari degradasi hutan; c) Konservasi cadangan karbon hutan; d) Pengelolaan hutan yang berkelanjutan; dan e) Peningkatan cadangan karbon hutan. Pemerintah Republik Indonesia di tahun 2012 melalui Gugus Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ menyusun Strategi Nasional REDD+ (STRANAS REDD+) yang mengadopsi Kesepakatan Cancun dan bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan lahan gambut. Rencana aksi dalam STRANAS REDD+ adalah:  a) Menurunkan emisi dari deforestasi; b) Menurunkan emisi dari degradasi hutan dan/atau degradasi lahan gambut; c) Memelihara dan meningkatkan cadangan karbon melalui konservasi hutan, pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management), dan/atau rehabilitasi dan restorasi kawasan hutan yang rusak; dan d) Memberikan manfaat terhadap peningkatan jasa lingkungan, keanekaragaman hayati, dan kesejahteraan masyarakat setempat/masyarakat hukum adat.

Dalam workshop tanggal 19 Desember 2013 di Four Seasons Hotel, Kuntoro Mangkusubroto sebagai Ketua Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ menyatakan fase persiapan kelembagaan REDD+ telah selesai. Melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No 62 Tahun 2013 telah dibentuk Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hugan dan Lahan Gambut atau yang dikenal sebagai BP-REDD+ (Badan Pengelola REDD+). Situs informasi tentang BP-REDD+ dapat diakses melalui http://www.reddplus.go.id/. Lalu informasi apa yang diharapkan dari situs BP-REDD+ ini?

Kembali ke awal mula terbentuknya BP-REDD+ yaitu komitmen SBY 25 September 2009 lalu untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% dengan kerjasama internasional pada tahun 2020. Bagaimana dan sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia? Sudah berapa % emisi gas rumah kaca yang berhasil diturunkan sampai hari ini ? Dapatkah publik memantau penurunan emisi yang dilakukan oleh Republik Indonesia? Lima tahun telah berlalu dan tidak ada informasi yang menunjukkan indikasi penurunan emisi gas rumah kaca. Padahal hanya tinggal satu bulan lagi, Presiden SBY akan lengser. Bagaimana nasib komitmen SBY tersebut? Apakah akan ikut lengser dan terlupakan, atau oleh Presiden terpilih Jokowi akan dilanjutkan? Dalam debat calon presiden sebelum Pemilu Presiden Juli 2014 lalu, kedua Capres juga tidak terdengar membahas masalah penurunan emisi gas rumah kaca.

Pada Pertemuan Puncak tentang Iklim PBB (UN Climate Summit - Catalyzing Action) 23 September 2014 di Kantor Pusat PBB New York,  Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengajak berbagai pihak - pemerintah, dunia usaha, sektor finansial, serta masyarakat umum - untuk bekerja-sama bahu-membahu (all hands on deck) mengatasi perubahan iklim global. Ban juga berharap tampilnya para pemimpin dunia dengan "clear vision, concrete action" untuk mempertahankan kenaikan suhu global di bawah dua derajat Celcius.

Masih tersisa 6 tahun lagi (sampai tahun 2020) untuk mencapai target komitment SBY 5 tahun lalu tersebut. Waktu terus berlalu dan semakin pendek. Asap-asap kebakaran hutan dan lahan masih terus diproduksi. Belum ada tanda-tanda emisi gas rumah kaca dari wilayah hutan Indonesia akan menurun. Kita tunggu saja Visi yang Jernih dan Aksi Nyata Presiden “Insinyur Kehutanan” Jokowi dalam menangani komitmen REDD+.

14115401811558412474
14115401811558412474

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun