Ada dua berita hari ini yang sangat menggelitik saya, yaitu tentang kubu prabowo minta penundaan pengumuman pemenang dan judul Prabowo Tetap Yakin Bakal Jadi Presiden jika Tak Dicurangi. Padahal kalau kita kembali mengingat berita sebelumnya, bukannya kubu prabowo yang selalu menyatakan untuk menunggu hasil pilpres tanggal 22 Juli 2014 dan lebih banyak mana potensi kecurangan yang dilakukan? Sebagaimana terjadi di hongkong, malaysia, madura, dll. Ingin rasanya tidak berkomentar atas hal itu, namun banyaknya dagelan politik sejak pemilu tanggal 9 Juli 2014 lalu membuatku ingin menanggapi beberapa dagelan itu.
Tentu kita masih ingat ketika hasil quick count diumumkan yang hasilnya 8 lembaga survei memenangkan Jokowi JK dan hanya 2 lembaga survei yang memenangkan bapak (2 lembaga survei lain yaitu JSI dan LSN tidak valid secara methodologi karena selisih suara kurang dari 1% atau kurang dari batas marjin eror penelitian), Bapak bilang bahwa mereka adalah pendukung pasangan nomor urut 2. Bahkan RRI yang juga lembaga pemerintah tetap tidak Bapak percaya, hingga komisi 1 memperkeruh suasana dengan memanggil RRI ke DPR. Padahal kalau kita lihat rekam jejak lembaga survei yang ada, RRI menjadi lembaga penyedia quick count terbaik mengacu pada hasil pileg 2014 yang lalu. Justru yang seharusnya dituding adalah Puskaptis dan IRC yang memenangkan bapak, yang jelas-jelas dimiliki oleh pendukung tim sukses bapak. Bahkan ketika diminta untuk diaudit kebenaran surveinya, justru lembaga ini tidak datang dan menjadi bukti awal ketidak jujuran bapak. Setelah itu keluar hasil real count pusat tabulasi nasional yang mengklaim pasangan prabowo hatta berhasil menang pilpres dengan 52,3% suara yang ternyata hasilnya sama dengan quick survei prabowo hatta yang dilakukan tanggal 5 juli 2014, bahkan hingga 2 digit di belakang koma. Bahkan juga disampaikan bahwa cikeas center juga sudah membuat real count dengan mengerahkan TNI di tiap daerah yang hasilnya memenangkan pasangan prabowo hatta yang langsung dibantah kebenarannya oleh jubir presiden Julian Aldrin Pasha.
Menanggapi adanya potensi kecurangan pemilu, maka terdapat relawan yang dengan suka hati tanpa dibayar bersama dengan temannya yang bekerja di silicon valley membuat website kawalpemilu.org masih saja dibilang tim sukses bayangan dan bayaran dari salah satu calon, padahal saya mengenal beberapa relawan yang membantu mengawal pemilu tersebut sungguh bekerja sebagai relawan yang tidak butuh bayaran dikarenakan pekerjaan mereka yang kebanyakan sudah cukup mapan. Menanggapi potensi adanya titipan, maka terdapat relawan lain yang juga membuat website serupa yang menunjukkan hasil yang tidak jauh beda dikarenakan data yang diunduh langsung bersumber dari website KPU. Kedua relawan ini bahkan justru berharap hasil entry yang dilakukan dapat dikritisi dengan membuka peluang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengecek kebenaran hasil rekap yang mereka lakukan. Tim relawan Prabowo Hatta bahkan juga membuat real count dengan sumber data langsung dari KPU dan menunjukkan hasil yang relatif sama dengan hasil para relawan.
Dengan waktu pengumuman pemenang presiden tinggal 2 hari, maka saksi Prabowo Hatta melakukan langkah walk out di banyak TPS yang dimenangi oleh pasangan Jokowi JK. Selain itu, mereka juga meminta mengadakan pemilihan suara ulang hingga 5.802 TPS di Jakarta, Tim pasangan nomor urut 1 juga meminta pemungutan suara ulang dilakukan di banyak wilayah lain di Indonesia yang sebagian besar dimenangi oleh tim Jokowi JK. Bukankah Bawaslu juga menemukan indikasi kecurangan yang jauh lebih masif di Madura, namun tim Jokowi JK hanya meminta pengusutan di TPS bermasalah, bukan rekomendasi pemilihan suara ulang masal seperti di Jakarta. Tidakkah disadari, bahwa rekomendasi membabi buta seperti itu dapat menimbulkan mosi tidak percaya yang sama di seluruh Indonesia yang berujung pada adanya potensi kecurigaan di seluruh Indonesia? Bukankah di masing-masing TPS tersebut juga ada saksi dari masing-masing calon? Apakah Bapak tidak percaya dengan pekerjaan mereka? Coba bandingkan dengan potensi kecurangan di Sampang dan Bangkalan yang mayoritas justru tidak ditandatangani oleh saksi kedua pasangan. Seandainya memang terdapat kecurangan, kenapa tidak dari awal rekap C1 dikritisi dan dikawal sehingga potensi kecurangan dapat diselesaikan lebih awal? Bahkan saat ini justru terdapat beberapa modus relawan palsu seperti srikandi revolusi mental yang mengajak masyarakat menolak hasil pemilu yang langsung dijawab oleh Tim kampanye jokowi JK yang menegaskan bahwa mereka bukan pendukung Jokowi atau berusaha memburukkan citra Tim relawan Jokowi JK seakan-akan mereka pendukung Jokowi JK. Bahkan akhir-akhir ini juga beredar isu mengenai potensi kerusuhan oleh oknum relawan palsu berbaju kotak-kotak yang langsung ditanggapi Jokowi bahwa tidak akan ada pengerahan masa dari kubu Jokowi JK.
Kita harus sadar sesadar-sadarnya, bahwa ini bukan hanya dagelan politik. Ini adalah pekerjaan kolektif seluruh masyarakat Indonesia untuk menyukseskan pencarian pemimpin bangsa yang dipercaya oleh seluruh rakyat. Masing-masing calon seharusnya mengeluarkan statement yang menyejukkan dan tidak membentuk opini yang justru dapat menimbulkan perpecahan. Setelah pengumuman pemenang pilpres tanggal 22 Juli 2014, masih terdapat kesempatan menuntut hasil dan laporan kecurangan melalui Mahkamah Konstitusi. Silahkan dibuktikan kebenaran hasil pemilihan presiden di MK.
Sebagai penutup, berikut terdapat tulisan singkat dari sahabat saya jelang pengumuman pilpres sebagaimana di bawah.
Engkau Harus Legowo
Kemarin tanggal 9 Juli, saat ilmu pengetahuan menunjukkan engkau kalah, Bapak bilang kita harus menunggu takdir 22 Juli......
Sekarang, 230 juta rakyat menjemput takdir, engkau bilang kita harus mengulang agar takdir itu tidak terjadi....
Engkau anggap kita ini apa.....
Ingatlah, engkau hanya bagian kecil dari 230 juta.....
Atau, engkau selalu berfikir bahwa bangsa ini diciptahanya untuk dirimu....