Mohon tunggu...
PESTA LIANASILALAHI
PESTA LIANASILALAHI Mohon Tunggu... Guru - berusaha menjadi guru yang luar biasa namun tidak ingin binasa

Guru merupakan arsitek kehidupan. Guru bergandengan tangan dengan orangtua siswa membentuk karakter. Guru memberikan ilmu kepada siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guyonan Penyebab Perundungan

15 Februari 2020   14:01 Diperbarui: 15 Februari 2020   14:12 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perundungan sering sekali ada di sekitar kita. Terutama di sekolah dari jenjang SD, SMP, SMA. Terjadinya perundungan disebabkan dengan hal-hal yang amat sangat sepele. Biasanya pelaku merasa tersaingin sehingga timbulah pembulian atau perundungan. Istilah kata merasa tersaingin dengan keberhasilan temannya, temannya yang cantik, temannya yang kaya atau bahkan melihat ada temannya yang terlihat lemah. Keadaan yang demikian ternyata iri hati merupakan salah satu penyakit yang membuat pelaku untuk mencari mangsa.

Modus yang sering dilakukan berasal dari guyon maupun candaan. Kejadian ini berlangsung di suatu kelas. Pada saat KBM berlangsung. Siswa mengikuti KBM dengan serius. Seorang anak laki-laki mengganggu temannya dengan guyonan pelan yang mungkin tidak terdengar oleh guru. Tahap berikutnya sang anak berdiri lalu memegang kepala anak yang lainnya memasukkannya kedalam ketiaknya dan anak tersebut melawan. Guru yang melihat langsung menegor. Keadaan demikian sang anak sebagai pelaku langsung membela dirinya bahwa dia bercanda dengan temannya. Pembelaan secara lisan disampaikan sambil berkata kepada siswa yang sebagai korban hanya bercanda. Siswa yang sebagai korban pun mengangguk menyatakan setuju. Namun sang guru merasa keberatan karena kejadian tersebut terlihat olehnya. Anak sebagai pelaku tidak menerimanya sehingga dia bersikap melawan sang guru. Sang guru pun memberikan anak tersebut dengan point melawan guru 50 point dan perundungan terhadap temannya kategori ringan dengan 25 point. Pemberian sanksi point terhadap anak tersebut pada saat KBM masih berlangsung. Otomatis suasana kelas tidak kondusif hanya gara-gara seorang pelakuk perundungan.

Setelah terjadinya proses tersebut ke esokan harinya anak tersebut dipanggil orangtuanya karena pointnya sudah melebihi 50 point. Pemanggilan tersebut dilakukan supaya orangtua siswa mengetahui pelanggaran yang telah terjadi di sekolah. Apabila orangtua datang maka 5 point akan berkurang dari pelanggaran yang dilakukan. Namun point anak tersebut tentu saja masih banyak. Oleh sebab itu pihak ke siswaan langsung berkoordinasi dengan guru mata pelajaran pada saat itu dengan mengatakan akan konfrensi kasus bersama dengan orangtuanya.

Kesiswaan mengatakan kepada guru mata pelajaran bahwa anak tersebut hanya bercanda sekedar guyonan saja. Anak yang menjadi korban pun mengatakan kepada orangtua pelaku hanya bercanda. Tentu saja anak yang menjadi korban mengatakan bahwa itu hanya sekedar guyonan sebagai rasa setia kawan atau merasa takut karena diancam. Apakah keadaan yang demikian dapat kita kategorikan guyonan? Apakah dengan mengatakan guyonan sebagai pembelaan diri? Melakukan kesalahan lalu mengatakan maaf itu hanya suatu guyonan atau candaan setelah itu perkara selesai. Tentu saja orangtua pelaku membela bahwa itu hanya sekedar guyonan bahkan candaan pada saat kejadian tersebut, tanpa memikir panjang akan kelakukan anaknya.

Sebagai contoh seorang hakim dapatkah menerima pembelaan dari seorang pelaku kejahatan yang mencuri sandal dengan membela bahwa itu hanya sebuah guyonan atau candaan. Atau seorang pembunuh membela dirinya dengan menyatakan kejadian tersebut hanya sebuah guyonan. Apakah hukum dapat menerimanya? Tentu saja tidak. Proses pun dilakukan oleh pihak ke polisian. Bagaimana seandainya hukum menerima bahwa suatu kejadian kejahatan tersebut adalah sekedar guyonan atau candaan?

Guru mata pelajaran mengambil sikap akan kejadian tersebut. Sikap yang diberikan bahwa itu bukan suatu candaan maupun guyonan. Melainkan sudah pada tingkat serius. Mungkin saja anak yang menjadi korban diancam sehingga apa yang dikatakan pelaku selalu disetujui oleh korban. Anak yang menjadi korban takut atau saling menyelamatkan. Sehingga berharap kasus telah selesai akan perundungan yang dilakukan.

Kasus masih berlanjut ketika anak tersebut berhadapan dengan guru mata pelajaran. Point dapat dikurangi dengan persyaratan bahwa nilai yang dimiliki anak tersebut dikurangi ke dalam point pelanggaran. Sehingga point anak tersebut tersisa 40 point dari pelanggaran yang telah dilakukan sebanyak 90 point. Sebelumnya pelaku telah mendapatkan point 15 pelanggaran. Ditambah dengan kelakuannya yang membully temannya 25 point dan melawan guru mata pelajaran 50 point sehingga total 90 point pelanggaran. Pelaku menyetujui akan penilaian yang dikurangi dengan catatan pelaku dapat melakukan remedial kembali pada mata pelajaran guru tersebut. Perjanjian yang telah disepakati berdasarkan keputusan pelaku tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

Kurikulum 13 penilaian tidak hanya dilakukan pada tingkat pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan pada penilaian sikap. Anak yang memiliki sikap yang karakternya agak menyimpang akan mendapatkan nilai sikap yang kurang maupun cukup. Apabila nilai sikap kurang maupun cukup otomatis anak tersebut dapat tinggal kelas walau nilai yang diperolehnya tinggi. Di sinilah pembentukan karakter dibentuk supaya anak mengetahui jalur-jalur sikap yang harus dimilikinya dalam suatu komunitas bermasyarakat.

Banyak siswa yang cerdas memiliki watak serta karakter yang alim, taat, hormat, disiplin, bertanggung jawab bahkan sebaliknya. Sikap maupun karakter dibentuk berdasarkan ruang lingkup keluarga, sekolah serta lingkungan di mana anak tersebut berada. Oleh sebab itu dalam membentuk karakter anak orangtua dan guru, pihak sekolah serta masyarakat harus bergandengan tangan dan bertanggung jawab akan karakter yang terbentuk. Pihak sekolah dan guru tidak akan mungkin melakukan tanpa ada campur tangan orangtua dan masyarakat yang mengawasi anak-anak dalam lingkungan mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun