Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tas Burung Biru

5 Juni 2023   09:35 Diperbarui: 5 Juni 2023   09:53 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tas Burung Biru

Cerpen Yudha Adi Putra

Lelaki itu datang lagi. Membawa helm putih. Helm yang mungkin sudah tahunan digunakan tanpa dicuci. Berdiri dengan motor yang sama. Hanya saja, tempat kadang berbeda. Perubahan menjadi pasar malam memang membuatnya resah. Entah pagi, siang, sore, bahkan malam. Laki-laki itu datang lagi, lagi, dan lagi. Bunyi klakson terdengar. Seolah, klakson itu mau mengusir laki-laki itu. Dia tetap diam, berharap apa yang dinantikannya datang. Namun, hingga kemarahan ketiga belas, tak ada yang datang. Hanya klakson yang terus menyala lengking. Karena dikira menutupi jalan, lelaki itu pernah didatangi petugas dari kepolisian.

"Ia ini orang gila. Tiap hari pasti kemari. Membawa helm putih yang lusuh. Seperti mau menjemput orang. Tapi, orang yang dijemput tidak kunjung datang. Aneh sekali, mungkin dia orang gila yang lepas dari rumah sakit jiwa ?" ujar seorang penjual gorengan.

"Tak mungkin dia gila. Lihat saja, suratnya lengkap. Dia membawa sim dan stnk. Tidak hanya itu, di dompetnya ada uang cukup banyak. Tidak seperti kalian, apa ada sim dan stnk ?" tanya seorang polisi sambil tertawa.

"Apa benar begitu ?"
"Lihat saja. Orang ini memakai helm, bahkan membawa dua. Kalau kalian bagaimana ? Helm malah tidak dipakai. Untuk hiasan ya ? Orang ini tahu tempat kapan harus berhenti, bukan hanya memenuhi jalanan dengan jualan seperti kalian. Kalian meminta untuk mengusir orang ini, tapi kalian sendiri yang menganggu haknya," ujar polisi tadi sambil mempersiapkan peluit.

"Aneh sekali. Jalanan tempat jualan malam diusir, belum lagi ada pasangan batu bata warna kuning. Buat tidak rata saja mendirikan tenda. Harusnya, tempat ini lebih rata membuatnya. Apa mereka kehabisan batu-bata ? Kalau korupsi saja rajin. Giliran untuk tempat bekerja seperti umkm malah malas," ujar penjual pisang goreng. Ada banyak penjual makanan di sana. Mendekati pasar malam. Semua seolah turut merayakan.

"Tidak hanya berjualan. Penarik parkir bertambah. Itu uang untuk siapa ? Kalau tidak ada kesempatan parkir, mungkin saja lebih senang dengan hal tidak berguna," ujar anak yang membawa topeng. Sepertinya, dia bukan anak-anak. Hanya saja, tubuhnya seperti anak-anak. Tampak mungil.

"Tidak layak si cebol itu banyak bicara. Seolah dia tahu saja, kita kasih makan saja sudah bagus. Kenapa dia malah mengkritik ? Itu membosankan. Bukan hanya itu, hasil pembacaannya di perpustakaan membuat dia semakin sombong. Seolah, merasa paling tahu, " ujar petugas parkir tanpa karcis. Hanya berbekal peluit kotor, paling tidak uang dua ratus ribu bisa didapat dari semalam. Hanya lima puluh ribu untuk kas. Lainnya hilang untuk menutupi kebutuhan hidup.

Laki-laki itu masih berdiri di samping motornya. Tanpa kata, sorot matanya menelusuri gelapnya malam. Hanya remang bawah pepohonan. Tidak ada sapaan, penyapu jalanan memilih minggir.

"Aku malas berurusan dengan orang gila. Dulu pernah, ada uang aku temukan. Begitu ganti hari, ternyata ada panggilan di pengadilan. Itu semua jebakan, makanya sekarang lebih baik aku menghindar saja," ujarnya sambil menyalakan kran air. Berharap, siang segera tiba. Paling tidak, tidak akan layak jika menyapu halaman kota di siang hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun