Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Minggu Pagi dan Jam Dua

24 April 2023   14:30 Diperbarui: 24 April 2023   14:29 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minggu Pagi dan Jam Dua

Cerpen Yudha Adi Putra

Pertanyaan muncul begitu menyakitkan, Jarwo tidak tahan. Ada orang datang ke rumahnya. Jarwo sedang memberi makan burung. Mendamba pada keinginan. Orang itu datang. Membawa pertanyaan. 

"Itu ada piala, beli di mana ?" pertanyaan menyakitkan terdengar Jarwo.

Orang di rumah enggan berkomentar, memilih diam. Jarwo menahan amarah. Meski tidak mengucapkan kata sedikit.

"Masa beli, beli di mana memangnya ?" hanya itu terucap dari mulut Ibunya Jarwo. Bersama siang, berharap ada diam. Jarwo masih terus melangkah. Memastikan tidak berada dalam frustrasi.

"Kemana memangnya nanti ?" orang itu kembali muncul. Mungkin, dalam cerita tak mau menyebutkan nama. Jarwo juga enggan. Ia tak nyaman. Lebih lagi, bersama banyak perasaan negatif. Sengaja direndam, semoga.

***

Tetap menjadi dendam, perasaan tidak nyaman muncul. Langkah jadi enggan, sudah berjuang bangun sejak jam dua pagi. Menuliskan kata untuk bertanya, memberi kekuatan, bahkan mengubah cara pandang. Tujuan terakhir terkesan tak mungkin, tapi apa daya. Semua harus dilakukan, semacam tanggung jawab terselubung. Identik dengan penindasan, tapi diberi nama pelayanan. Semoga saja, tiap harapan yang diucapkan menjadi mungkin.

"Paling tidak, sudah selesai. Bertemu dengan perumpamaan, menceritakan tawa. Menambah kemungkinan, mungkin kalau tidak tahu, bisa menjadi penahan. Amarah tidak berlanjut menjadi masalah, dia dalam kepasrahan. Itu bermanfaat supaya tidak memunculkan kerugian lebih lanjut," ujar Jarwo menutup hari.

Sementara berjalan pulang, Jarwo menjumpai teman. Teman dalam masa juang lebih lama, perlahan mendamba perasan. Kadang, lebih baik berdiam diri. Bukan soal keengganan merangkul risiko. Tapi, dampak nyata dalam nilai hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun