Menghindar
Cerpen Yudha Adi Putra
        Pengalan lagu terdengar. Ada bocah menyanyikan sambil mandi. Suasana menjelang malam, anak-anak harus pulang. Mandi. Kalau tidak mau kena omelan. Lagi pula, bermain sampai malam juga gelap. Banyak nyamuk. Akan lebih baik di rumah, sudah mandi. Makan dan menonton langit karena tidak punya gadget atau TV. Kemiskinan selalu asyik untuk dirayakan.
        Sejak pagi, rumah itu sudah disibukkan dengan pesanan makanan. Maklum saja. Menjelang hari raya, ibu-ibu memilih berdandan. Kalau bisa pesan, kenapa harus masak ? Lagian, bisa berbagi kesempatan mencari uang buat mereka yang buka usaha kateringan. Begitu alasan mereka ketika ada usulan masak bersama di rumah Bu RT.
        "Orang seperti kita ini mengantungkan hidup dari acara musiman !"
        "Bukan pada Tuhan?"
        "Simpan kata itu !"
        Sibuk mempersiapkan kardus berisi makanan. Sampai lupa, perut juga belum diisi makan. Tidak apa. Sebentar lagi pesanan diambil. Dapat uang. Bisa cukup untuk apa saja, termasuk membayar utang.
        "Bagaimana dengan persediaan bahan makanan?"
        "Habis ! Semua naik. Menjelang hari raya,"
        Dua orang perempuan saling berpandangan. Tak ada yang menyangka. Mereka pengusaha angkringan. Kadang kebingungan. Membuka usaha menjadi serba sulit, kalau tidak dekat dengan kaum elit. Iklan pengembangan ekonomi rakyat hanya tunggangan saja. Supaya yang mau berkuasa terlihat peduli pada mereka yang menderita.