Mohon tunggu...
PERHUMAS Muda
PERHUMAS Muda Mohon Tunggu... Administrasi - Organisasi Profesi Humas

Perhimpunan Hubungan Masyarakat Muda Indonesia. Jakarta Raya-Bandung-Yogyakarta-Malang-Medan-Batam-Surakarta(Solo)-Semarang-Riau-Pawitanditogo (Pacitan,Ngawi,Magetan,Madiun, dan Ponorogo)-Aceh-Lampung-Denpasar Bali | Instagram: @perhumasmuda | Email: perhumasmudaindonesia@gmail.com | Twitter: @perhumasmuda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

New Normal, Bagaimana dengan Esensi Komunikasi?

21 Juli 2020   13:53 Diperbarui: 21 Juli 2020   13:50 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Detik Finance

Salah satunya yaitu "berdamai" dengan kondisi saat ini. Sikap "berdamai" dimaksudkan agar kita dapat meminimalisir perasaan negatif yang memicu ketidaknyamanan mental. Hal ini termasuk mengurangi ketakutan agar dapat bangkit dan mulai beradaptasi dengan hal-hal baru. Dilansir dalam artikel Psychology Today yang mengatakan bahwa "berdamai" serta menerima keadaan atau kondisi yang baru memang bisa membawa efek transformasional. Sederhananya, sesuatu yang dinilai negatif atau mengganggu dapat menjadi netral atau bahkan positi jika kita bisa menerima keberadaannya dan bukan dengan menolaknya.

Tips yang paling utama yakni tetap menjalin komunikasi dengan banyak orang. Menurut Intan, penting untuk tetap terhubung dengan orang-orang terdekat, namun tidak secara langsung melainkan melalui daring. Komunikasi dirasa penting untuk menghilangkan rasa jenuh dan bosan. Melalui protokol kesehatan ini, kita diperbolehkan keluar untuk bekerja, tidak untuk berkumpul bersama sama. Mengingat bahwa manusia sejatinya adalah makhluk sosial, sehingga komunikasi secara daring dirasa masih bisa dilakukan meskipun tanpa pertemuan secara fisik.

Melihat dampak yang nyata dari New Normal terhadap komunikasi kita, lalu apakah esensi komunikasi yang sebenarnya mulai menghilang? Sebelum menjawab pertanyaan itu alangkah baiknya kita memahami esensi komunikasi yang sebenarnya, dan mengetahui  untuk apa kita sebenarnya melakukan komunikasi.

Esensi Komunikasi

Jika kita menengok jauh ke belakang pada era Homo Sapiens sedang berlangsung. Dengan kemampuan komunikasi yang baik, Sapiens dapat membuat kelompok yang lebih besar dibandingkan kelompok homo lainnya. Ternyata, hal inilah yang membuat Sapiens masih bertahan hingga saat ini. Sementara saudara sapiens seperti homo erectus, homo neanderthalensis sudah punah sejak 10.000 tahun terakhir.

Fakta tersebut cukup tegas menyatakan bahwa memang kita sejak masa nenek moyang Sapiens  dulu adalah makhluk sosial. Yang artinya, kita tidak bisa hidup sendiri tanpa manusia lainnya karena kita sangat bergantung pada komunikasi satu sama lain. Lalu, apa sebenarnya esensi dari komunikasi itu sendiri?

Menurut Effendy (2003) makna komunikasi sesungguhnya berasal dari bahasa latin "communication" yang bersumber dari kata komunis yang memiliki arti sama. Sama disini diartikan sebagai kesamaan makna. Jika terdapat dua orang yang saling berkomunikasi, maka komunikasi tersebut berlangsung dengan baik selama terdapat kesamaan makna antara satu dengan lainnya.


Selain itu, makna lainnya dikemukakan oleh Steward L Tubbs dan Sylvia Moss, bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna di antara dua orang atau lebih (Mulyana,2001:69). Serupa dengan rekannya diatas, Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson menyebutkan komunikasi sebagai proses memahami dan berbagi makna (Mulyana,2001:69). Keempat ahli ini menjelaskan esensi komunikasi sebagai proses pertukaran makna, sementara John R. Wenbung dan William W. Wilmot sepakat menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu usaha untuk memperolah makna (Mulyana,2001:68).

Jadi, bisa ditarik benang merah bahwasannya kunci utama dari esensi komunikasi itu sendiri adalah sebuah makna. Jika dua orang atau lebih sedang melakukan pertukaran pikiran atau makna, maka mereka akan mampu menangkap makna tersebut satu sama lain, dan bisa dinyatakan bahwa dua belah pihak tersebut sedang melakukan sebuah komunikasi. Jadi secara logika, komunikasi tidak harus dilakukan dengan pertemuan fisik bukan? Meskipun saat ini kita harus melakukan komunikasi secara daring, kita tidak perlu khawatir selama kita masih bisa menangkap makna dengan baik, tandanya kita masih mendapatkan esensi komunikasi itu sendiri. Bukan begitu?

Pola kehidupan dan aktivitas yang sempat kita jalani saat 3 bulan karantina membentuk lingkungan baru untuk membiasakan berkomunikasi tanpa bertemu langsung secara intens. Hal seperti ini bukan lagi sesuatu rumit untuk dijalankan terutama saat kehidupan New Normal dimulai karena kita sudah terbiasa dengan komunikasi jarak jauh. Kita akan tetap bisa berkomunikasi secara langsung namun harus tetap disiplin terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.

Kehidupan New Normal ini akan bisa mengajarkan manusia untuk saling peduli dan menjaga sesama karena sejatinya hal tersebut merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Contoh kecilnya misal saling mengajarkan agar dapat menjalani hidup sehat dan bersih.

Komunikasi yang Terintegrasi

Selama masa Pandemi hingga era New Normal ini, komunikasi masih dilakukan dalam fase yang termediasi oleh media daring. Komunikasi semacam ini terkadang memiliki kelebihan dan kekurangan. Misal kelebihannya, komunikasi tak terbatasi ruang dan waktu sehingga kita bisa merasakan komunikasi yang efektif dan efisien. Jenjang komunikasi yang bersifat perjumpaan fisik, kerap lebih formal dan menghadirkan mata rantai komunikasi yang cukup panjang. Hal ini menjadi kekurangan komunikasi fisik dibandingkan komunikasi daring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun