Sebelum lanjut ceritanya, ini disclaimer dulu yah dari awal. Analisa ini menggunakan data yang sudah terpublish di internet dan dapat didownload semua orang. Seperti Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025, Buku III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) Tahun Anggaran 2025, data dari satudja, dari djpp, dari satu data, juga dari beberapa media berita nasional yang membahas data anggaran Kementerian/Lembaga (K/L). Untuk Data 2024 belum lengkap, karena kesulitan mendapatkan data anggaran setiap K/L, jadinya cuma ambil angka resmi untuk 10 K/L terbesar, sisanya saya rata-rata supaya nggak ngawur. Bisa jadi hasilnya yang 2024 lebih rendah dari realita (alias under-estimate). Disclaimer selanjutnya adalah analisanya menggunakan analisa murni besaran anggaran yah, bukan analisa berbobot yang mempertimbangkan jumlah ASN, luasnya cakupan kerja (misalnya nasional vs lokal), banyaknya program maupun prioritas pembangunan setiap K/L, serta kontribusi langsung terhadap pembangunan. Dan, analisa ini tidak menyinggung masalah efisiensi anggaran yah, yang mengurangi beberapa anggaran K/L, tetapi menambah anggaran K/L lainnya.
Ceritanya Membagi Kue Raksasa APBN ke Kementerian/Lembaga
Bayangin kita punya kue raksasa, ini bukan kue ulang tahun, tapi kue duit negara alias APBN. Tiap tahun, kue ini dipotong-potong dan dibagi ke semua K/L di Indonesia, supaya mereka bisa jalanin program, gaji pegawai, bangun infrastruktur, sampai belanja kebutuhan lain.
Nah, pertanyaannya, "Bagaimana cara tahu, potongan kuenya dibagi rata atau malah sebagian besar dimakan segelintir orang (baca K/L)?"
Di sinilah, kita coba analisa menggunakan perhitungan yang biasanya digunakan untuk analisa Indeks Gini yah. Biasanya Indeks Gini ini digunakan untuk mengukur ketimpangan antara si kaya dengan si miskin di masyarakat. Semakin tinggi angkanya mendekati 1, artinya semakin timpang antara yang kaya dan yang miskin. Sebaliknya, jika angkanya mendekati 0, artinya tidak terlalu timpang. Dia itu kayak penggaris ketimpangan yang ngukur apakah potongan kue itu rata atau timpang. Kita coba langsung analisa data anggaran 2024 dan 2025 yah.
2024 vs 2025: Dua Tahun, Dua Rasa
Kita hitung pakai data anggaran K/L yah. Pertama kita analisa data 2024. Kuenya senilai Rp1.090 triliun untuk K/L (https://www.theiconomics.com/art-of-execution/realisasi-belanja-k-l-2024-capai-120-terjadi-karena-tambahan-bansos-dan-kenaikan-gaji-pns/). Nilai Indeks Gini 0,688, artinya pembagiannya sudah cukup timpang. Dari 86 K/L, cuma 10 K/L terbesar yang sudah ngabisin 78% kuenya (https://ekonomi.bisnis.com/read/20230819/9/1686208/10-kementerianlembaga-yang-punya-anggaran-jumbo-pada-2024). Bayangin di arisan RT ada 86 orang, tapi 10 orang pertama sudah makan hampir 8 dari setiap 10 potong kue.
Selanjutnya kita analisa data 2025. Kue makin besar untuk K/L, mencapai Rp1.160 triliun (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7534468/daftar-anggaran-86-k-l-di-tahun-pertama-prabowo-kemenhan-paling-jumbo). Nilai Gini melonjak jadi 0,819, lebih besar dibanding 2024, makin terkonsentrasi ke K/L tertentu saja. Di tahun 2025 ini, 11 K/L saja sudah menguasai 80% kuenya. Bahkan 5 K/L terbesar sudah ambil lebih dari separuh potongan (https://perannews.co.id/2024/09/12/daftar-lengkap-anggaran-belanja-86-kementerian-lembaga-untuk-2025-kemhan-terbesar/). Analogi kasarnya, 86 orang duduk melingkar, tapi 5 orang pertama sudah ngambil setengah lebih dari kue, sisanya 81 orang rebutan sisanya.
Kenapa Bisa Begitu?
Nggak semua ketimpangan itu "buruk" ya. Ada alasan logis kenapa ada K/L yang dapat potongan gede, misalnya:
- Kemhan (Pertahanan): beli alat tempur itu mahal.
- PUPR: bangun jalan, bendungan, jembatan, modalnya gede.
- Polri: operasional di seluruh Indonesia, dari kota sampai pelosok.
- Kemenkes dan Kemendikbudristek: urus kesehatan dan pendidikan seluruh rakyat.
Mereka memang punya "piring" lebih besar karena tanggung jawabnya juga gede.