Oleh: Ihsan Iskandar S.Sos M.E
Raja Ampat adalah laboratorium kehidupan laut yang tak tergantikan. Keanekaragaman hayatinya bukan hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga bagi ekosistem global. Namun nilai-nilai ekologis yang tak ternilai ini kini dihadapkan pada godaan kapitalisasi: industri pertambangan nikel. Satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dipertahankan---yakni milik PT Gag Nikel---menjadi simbol benturan antara konservasi dan kepentingan ekonomi jangka pendek.
Namun, seberapa besar sebenarnya nilai yang dikorbankan demi satu izin tambang?
Kapitalisasi vs Jasa Ekosistem
Pendekatan valuasi ekonomi bisa membantu menjawab pertanyaan ini. Menurut studi, sektor wisata selam di kawasan Asia Tenggara dapat menghasilkan hingga miliaran dolar per tahun. Raja Ampat, sebagai destinasi utama wisata selam dunia, menyumbang bagian besar dari potensi ini. Selain itu, jasa ekosistem seperti perlindungan pesisir oleh terumbu karang dan mangrove, serta fungsi penyerapan karbon oleh padang lamun, juga memiliki nilai ekonomi yang besar meskipun tidak selalu tercermin dalam angka PDB.
Di sisi lain, industri tambang memang menghasilkan royalti dan pajak. Namun, pengalaman dari berbagai daerah menunjukkan bahwa kontribusi riil terhadap kesejahteraan masyarakat lokal sering kali minim, sementara dampak ekologisnya bisa bersifat permanen.
Biaya yang Tak Terukur
Kerusakan lingkungan akibat tambang tidak hanya berdampak langsung terhadap habitat, tetapi juga terhadap stabilitas sosial-ekonomi masyarakat. Ketika sedimentasi dan pencemaran logam berat merusak perairan, nelayan kehilangan hasil tangkapan, wisatawan menghindari lokasi, dan pendapatan daerah turun. Belum lagi potensi konflik sosial dan pelanggaran hak masyarakat adat yang sulit diukur secara ekonomi, tetapi sangat terasa di lapangan.
Kebutuhan Akan Kajian Valuasi Komprehensif
Sayangnya, hingga kini belum tersedia kajian valuasi ekonomi spesifik yang membandingkan secara langsung antara manfaat jangka pendek dari tambang nikel dan nilai jangka panjang dari jasa ekosistem Raja Ampat. Pemerintah dan lembaga independen perlu mendorong studi ini, sebagai dasar pengambilan keputusan berbasis bukti.