Mohon tunggu...
Christian Rahmat
Christian Rahmat Mohon Tunggu... Freelancer - Memoria Passionis

Pembelajaran telah tersedia bagi siapa saja yang bisa membaca. Keajaiban ada di mana-mana. (Carl Sagan)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Tangga Batu dan Kisah Kesaktian Sisingamangaraja XII

23 Maret 2020   22:41 Diperbarui: 24 Maret 2020   17:08 12857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Sisingamangaraja XII Karya Augustin Sibarani

      Pasukan Rakyat Toba mundur ke pangkalannya masing-masing, tapi di Lintongnihuta, rakyat masih mengadakan perlawanan walau akhirnya terpaksa mundur juga.

      Pasukan Belanda meneruskan perjalanannya ke arah Tarabunga setelah Lintongnihuta habis dibakar. Rakyat di Tarabunga pun tidak mau menerima kehadiran Pasukan Belanda. Alhasil, sama seperti nasib Lintongnihuta, Tarabunga juga dibumi hanguskan oleh Pasukan Belanda.

      Pasukan Belanda lalu mendirikan markasnya (tangsi) di Laguboti dan Balige. Dari tempat-tempat inilah mereka mengadakan serangan-serangan ke kampung-kampung yang ada di sekitar Toba-Holbung. 

      Walaupun Belanda telah mendirikan tangsi-tangsi tersebut, semangat perjuangan rakyat semakin lama semakin bergelora. Dan satu-satunya "Bius" yang tidak mau menyerah adalah Tangga Batu yang ditempati oleh O. Badiaporhas Tampubolon yang telah menerima nasihat dari Raja Sisingamangaraja XII agar tetap mengadakan perlawanan terhadap "Musuh Bermata Putih".  

      Berkali-kali suruhan Belanda datang ke Tangga Batu untuk menawarkan perdamaian. Namun, setiap suruhan Belanda itu sampai di Tangga Batu, tetap kabar tidak enak yang sampai ke telinga mereka, sehingga akhirnya Pasukan Belanda dari Laguboti berangkat ke Tangga Batu untuk menggempur rakyat yang tidak menuruti keinginannya.

      Rakyat menyambut kedatangan Pasukan Belanda itu dengan perlawanan yang gigih, sementara Benteng Tanjing di Tangga Batu kembali dipergunakan oleh Pasukan Rakyat sebagai tempat pertahanan yang istimewa.

      Pada saat kedatangan Pasukan Belanda yang pertama, sebuah kampung bernama Lumban Siagian yang letaknya dekat dengan Benteng Tanjing dapat diduduki oleh Pasukan Belanda. Akan tetapi maksudnya belum tercapai karena Pasukan Rakyat masih tetap bertahan, sehingga ketika Pasukan Belanda kembali ke markasnya, kampung Lumban Siagian dibakar dengan maksud supaya jangan ada lagi tempat musuhnya.

      Pada kedatangan musuh kedua kalinya, satu kampung bernama Hutabagasan yang lebih dekat lagi dengan Benteng Tanjing dapat juga diduduki oleh Pasukan Belanda. Akan tetapi maksudnya yang sebetulnya belumlah tercipta dan waktu pulang ke Laguboti, kampung ini pun hangus dibakar oleh Pasukan Belanda dengan lebih dulu mengambil semua harta benda serta padi milik rakyat di sana.

      Dengan adanya pembakaran serta perampasan-perampasan tersebut, rakyat pun menjadi semakin ganas, dan Benteng Tanjing pun ditambah lagi kekuatannya dengan sanak saudara serta famili dari daerah-daerah lain.

      Akhirnya, karena Benteng Tanjing tidak dapat direbut begitu saja oleh Pasukan Belanda, maka dengan taktik baru, yaitu dengan mendirikan satu tangsi kecil barm di Gurgur dan diperlengkapi dengan sebuah meriam, Pasukan Belanda mengadakan pertempuran-pertempuran dengan jarak jauh dan menembaki Tanjing beberapa puluh kali dari Gurgur.

      Pasukan Rakyat menjadi bingung sebab belum pernah mendengar dentuman sebegitu hebat. Dan disebabkan los-los dalam pertahanan mereka sudah rusak binasa, maka Pasukan Rakyat pun meninggalkan pertahanan tersebut waktu malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun