Sejak pulang sekolah kemarin sore muka putra bungsuku kusut masai membuat perasaanku sebagai ibunya sedikit prihatin. Kenapa sedikit? Karena saya yakin dia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri serta mampu mencari solusi yang terbaik. Saya tahu belajar menjadi pemimpin tidaklah mudah. Dia sempat cerita ada sedikit masalah dalam organisasi yang dipimpinnya.
Siang ini beda lagi, sejak pagi semua penghuni rumah ditanya, “Pilih Gelas apa Galon?”.Kami semua jadi bertanya-tanya, ada apalagi? . Pada saat makan malam dia baru membuka maksud pertanyaannya sejak pagi tadi.
Dia siapkan tempat garam, segelas air dan segalon air. Dimasukkannya satu sendok garam dalam gelas dan satu sendok garam ke dalam galon. Kemudian semua orang disarankan mencicipi rasa air dalam gelas dan dalam galon? Kami semua mengikuti semua perintahnyadalam diam tanpa banyak kata-kata.
Setelah agak lama dia baru cerita, selama ini ibu dan bapak selalu mendongeng tentang cerita-cerita bijaksana jaman dahulu kala. Salah satu judulnya “Jadilah Telaga”, setiap kali saya menghadapi masalah cerita itu saya ambil hikmahnya. Karena di daerah kita sulit di jumpai telaga, serta sulit mengajak teman-teman membayangkan rasa air telaga plus satu sendok garam. Maka saya buat ide kreatif ini di setiap kami sedang menghadapi masalah baik di kelas maupun di organisasi kesiswaan.
Jika kita tidak mampu menjadi telaga, menjadi galon juga sudah cukup bijaksana. Sehingga setiap masalah yang sedang dihadapi terasa lebih ringan. Hati tetap bahagia dan bisa mengambil keputusan yang bijaksana.
Kami semua tersenyum bahagia, “Ternyata adikku sudah dewasa”, kata si sulung.Sambil bangkit dan mencium adik semata wayangnya.Akhirnya kami semua bisa tertawa bahagia. Alhamdulillah.