Mohon tunggu...
Anwar Effendi
Anwar Effendi Mohon Tunggu... Jurnalis - Mencari ujung langit

Sepi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Pedagang Kerupuk Tidak Serenyah Kerupuknya

6 Mei 2020   09:56 Diperbarui: 6 Mei 2020   16:16 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idham pedagang kerupuk keliling asal Garut.(foto: dok. pribadi)

Saya pikir jadi pedagang kerupuk keliling sangat mudah. Dalam bayangan saya, proses menjadi pedagang kerupuk keliling, tahap awal membeli ke pabrik/bandar, berkeliling mencari pembeli, kalau sudah habis baru menghitung untung.

Ternyata tidak demikian. Tidak semudah yang saya bayangkan. Ternyata, sebagian besar pedagang kerupuk baik yang jalan kaki, naik sepeda, maupun yang mengendarai motor, harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pabrik yang memproduksi kerupuk itu.

Para pedagang kerupuk keliling, harus menjadi "pekerja" di pabrik kerupuk. Kalau mereka bukan pekerja, maka tidak bisa mengulak kerupuk untuk dijajakan keliling. Anehnya, walau terdaftar sebagai "pekerja" di pabrik tersebut, mereka tidak menerima gaji.

Rumit memang membayangkannya. Ada pekerja tapi tidak diberi upah. Pendapatan tukang kerupuk keliling yang bekerja di pabrik itu, ya hanya dari keuntungan kerupuk yang dijualnya. Sementara tenaga yang dikeluarkan saat bekerja di pabrik, tidak diperhitungkan.

Seperti dituturkan seorang pedagang kerupuk keliling, Mochamad Idham. Menurut dia, kalau dirinya tidak bekerja di pabrik kerupuk, maka sulit untuk bisa mengulak kerupuk dan dijual secara keliling. Pabrik mengeluarkan produksinya hanya untuk para pekerja. Orang luar tidak bisa.

Kerupuk yang dibawa Idham disimpan di bagian belakang sepeda. (foto: dok. pribadi)
Kerupuk yang dibawa Idham disimpan di bagian belakang sepeda. (foto: dok. pribadi)

Tapi, lanjut Idham, ada dua jenis pekerja di pabrik kerupuk. Jenis pertama, yakni pekerja yang menerima upah. Sedangkan jenis pekerja berikutnya tidak menerima upah. Jenis pekerja yang menerima upah, tenaganya dimanfaatkan untuk membuat bahan baku jadi adonan, mencetak adonan, hingga menjemur kerupuk setengah jadi (mentah).

Pekerja yang membuat bahan baku jadi adonan, mencetak adonan, hingga menjemur kerupuk setengah jadi, menerima upah harian. Masing-masing pekerja akan mendapatkan upah Rp 70.000,00. Sementara Idham, yang masuk jenis kategori pekerja tanpa upah, tugas sehari-harinya "cuma" menggoreng dan mengemas kerupuk dalam kemasan plastik.

Idham mengakui, pekerjaan yang dilakoninya sangat berat. Tapi tidak ada pekerjaan lain yang menjadi pilihannya. Bagi dia yang hanya tamatan sekolah dasar (SD) sangat sulit mencari pekerjaan di kota besar, seperti Bandung. Sudah bisa bekerja di pabrik kerupuk sebagai pedagang keliling, itu bisa menjadi kesempatan yang langka bagi dirinya.

Idham baru bisa berkeliling menjajakan kerupuk dari rumah ke rumah pada siang hari kisaran pukul 12.00. Dia baru kembali lagi ke pabrik pada sore hari sebelum Maghrib, setelah kerupuk yang dijajakannya habis. Namun tidak setiap hari kerupuk yang dijajakan Idham habis terjual.

Setiap hari, setelah menggoreng, Idham langsung mengemas kerupuk dalam kantong plastik. Setiap satu kemasan plastik diisi dengan 10 biji kerupuk. Nah ini yang menyedihkan lagi, untuk pengadaan kemasan plastik itu, Idham mengeluarkan biaya sendiri. Memang sih harga per satu kemasan plastik tidak seberapa hanya Rp 100,00. Namun bagi orang sekelas Idham, pengeluaran uang sekecil apa pun sangat berpengaruh terhadap kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun