Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pejabat Publik Bikin Cela, Mengapa Justru Publik yang Malu?

16 Maret 2016   07:39 Diperbarui: 16 Maret 2016   13:02 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi, sumber gambar : cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/767578/big/049691300_1416230000-shy-guys-and-dating1.jpg"][/caption]Heboh tertangkapnya Bupati Ogan Ilir sedang pesta narkoba jenis shabu seolah menampar muka sekaligus bikin malu banyak pihak. Bukan hanya keluarganya saja, namun publik secara luas; para kolega, masyarakat kabupaten yang dipimpinnya, provinsi, parpol, bahkan seluruh rakyat Indonesia.

Ekspresi kemarahan dan rasa malu publik itu beragam bentuknya. Mulai dari umpatan sampai hanya sikap diam. Kenapa demikian? Bukankah publik bukan pelakunya?

Mari jujur pada hati sendiri. Rasakan ’sesuatu’ dalam diri ketika menyaksikan tayangan di televisi atau saat membaca rangkaian beritanya.

Rasa malu bisa hadir tiba-tiba ketika melihat atau mendengar sesuatu yang sangat luar biasa.

Tim nasional PSSI kalah 0: 1 dari Uni Emirad Arab (UEA), publik masih bisa terima, belum ada rasa malu. Padahal ‘kalah’ bukanlah sesuatu yang membanggakan. Akan berbeda bila Timnas PSSI tersebut kalah 0:9 dari UEA, maka publik merasa malu besar! Padahal yang main bola itu bukan seluruh publik, melainkan timnas yang jumlahnya palinglah 25 orang (Pemain inti dan cadangan berikut pelatih dan official). Malu publik muncul ketika ada hal yang luar biasa, yakni kekalahan besar!

Ketua MK dahulu, Akil Mochtar tertangkap tangan menerima uang suap pilkada sejumlah ratusan miliar. Maka reaksi marah publik sangat luar biasa. Bukan masalah jumlah uangnya, tapi status jabatan Akil Mochtar selaku ketua lembaga benteng hukum tertinggi di negeri ini. Jangankan ratusan miliar, bila puluhan juta saja dia terima maka besarnya kemarahan publik akan sama. Berbeda reaksi publik misalnya bila diberitakan seorang PNS setingkat staf di kementrian tertentu tertangkap karena korupsi proyek senilai 500 juta. Bisa jadi publik akan ‘biasa-biasa’ saja. Padahal, Akil Mochtar dan si PNS tersebut sama-sama ‘abdi negara’.

[caption caption="Ilustrasi, sumber gambar : www.rumahzakat.org/wp-content/uploads/2014/06/malu.jpg"]

[/caption]
Satu contoh lain,

Ketika kita melihat orang gila di pasar tiba-tiba telanjang menampakkan auratnya. Berjalan ginuk-ginuk seolah tak perduli lingkungan, kita cenderung berusaha memberikan kain penutup atas nama etika-kasihan dan lain sebagainya. Namun di hati sebenarnya timbul rasa malu karena aurat yang diperlihatkan si orang gila itu adalah ‘aurat’ kita juga.

Bila orang gila itu perempuan, maka kaum perempuan yang melihatnya menjadi sangat malu, seolah orang lain juga melihat auratnya. Sementara para laki-laki yang melihatnya jadi malu karena harus vulgar melihat aurat si Perempuan gila di ruang publik. Mereka malu diketahui orang lain telah melihat aurat lawan jenisnya. Demikian sebaliknya bila si orang gila telanjang itu laki-laki, maka kaum laki-laki malu pada perempuan. Dan kaum perempuan malu kepada banyak orang.

Malu tak lagi menempel pada 'penonton' berjenis kelamin sama dengan si orang gila, tetapi telah melekat pada semua orang. Di sinilah kemudian beragam reaksi dan ekspresi marah itu terlihat. Publik marah karena sebenarnya adanya malu dalam diri sendiri.

Tentang Rasa Malu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun