Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mempertanyakan Gaya Tulisan Akademis di Kompasiana

11 Januari 2015   17:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:22 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14209477291957863648

[caption id="attachment_364020" align="aligncenter" width="320" caption="gambar : http://infokampusonline.com/wp-content/uploads/2014/10/gelar-akademik-sarjana.jpg"][/caption]

Kenikmatan menulis di Kompasiana tak diragukan lagi. Beda-beda tipis dengan kenikmatan sex. Asal sudah jadi dan terpublish maka otot otak terkejat-kejat menyongsong kelegaan rasa. Hasrat sudah terpenuhi secara paripurna. Suspek gila bayang berkurang. Tidur jadi nyenyak, makan pun enak.

Coba saja anda tidak menulis sehingga yang dipikirkan tak tersalurkan  membuat anda akan uring-uringan dan gila bayang cukup parah karena mengalami ingkubasi intelektual.

Dengan menulis di Kompasiana anda mengukuhkan diri sebagai orang paling egois yang baik hati bagi banyak orang. Energi positif dari ego itu diwujudkan menjadi deret kata bertangkup makna yang mencerahkan para pembaca. Namun bisa juga hal itu justru menjadikan suspek gila bayang bagi mereka untuk kemudian bergegas menulis.

Menulis berangkat dari pikiran. 'Corgito Ergo Sum' kata filusuf Descartes yang artinya 'Aku berpikir maka aku ada'. Dari uring-uringan karena ingkubasi intelektual itu anda akan menemukan diri saat mengontrol pikiran.

Setiap orang menghasilkan gaya tulisan yang tidak sama, namun dalam masa ingkubasi mengalami gejala demam ide menulis yang relatif sama. Hal itu terjadi karena perbedaan kemampuan mengontrol pikiran, atau adanya motif tertentu.

Menuangkan tulisan dengan pikiran yang terkontrol akan menghasilkan deret kata dan tangkupan makna yang jelas, memberi rasa nyaman dan menghasilkan inspirasi baru bagi pembaca. Konteks normatif menjadi payung dan pembatas imajiner bagi diri penulis saat berasyikmasyuk dengan subyek tulisan, diksi dan target.

Seorang penulis yang taat pada norma-norma penulisan akan sangat hati-hati mengungkapkan buah pikirannya. Walaupun disaat yang bersamaan dia harus mengalami masa ingkubasi intelektual yang luar biasa menyiksa pikirannya, namun tetap mampu mengontrol diri sehingga tulisannya tidak terlihat sempoyongan, tetap 'sopan', 'tidak emosional', 'runtut dan detail'.

Penulis akademis selain memiliki bekal keilmuan tertentu yang mumpuni dan penguasaan masalah suatu fenomena aktual, dia juga berusaha mempertanggungjawabkan setiap kata yang dia keluarkan, setiap diksi yang disusun dan setiap makna yang diciptakan. Dengan gaya tulisan akademis itu dia ingin setiap pembaca menginterpretasikan tulisannya itu sesuai dengan buah pikirannya. Dengan demikian pesan yang ingin disampaikan bisa tercapai.

Penulis seperti ini cenderung menggunakan kaidah-kaidah akademis, misalnya referensi ilmiah, penggunaan teori dan istilah keilmuan, gaya penulisan, tata bahasa dan struktur kalimat baku,  dan lain-lain. Dengan kaidah itu dia tidak main-main terhadap pemaknaan dari sebuah fenomena yang dia angkat.

Dia punya dasar argumentasi yang berlapis dan kuat untuk meyakinkan pembaca akan suatu 'kebenaran' yang dia bawa berdasarkan terminologi tertentu. Pada konteks terminologi ini pembaca yang tidak utuh memahami konteks, atau tak memiliki bekal wawasan yang belum cukup seringkali gagal paham dan melenceng dari terminologi tersebut. Akibatnya terjadi debat yang menghadirkan Jaka Sembung Bawa Golok ; Sudahlah tak nyambung malahan ditambah lagi aksi olok-olok. Jadinya si pendebat seperti orang goblok. Disini titik kritis itu, pada penulis yang kaya ilmu akademis namun setting emosinya tidak kokoh akan terpancing. Tentu dengan analog akademis yang dia punya. Hasilnya menjadi lebih serem dan konyol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun