Sasaran utama yang tampak jelas adalah presiden yang sedang berkuasa. Mereka beranggapan bahwa di jabatan inilah semua muara konsesi itu bisa dimainkan.
Sampai saat ini, hanya hanya satu era presiden yang "mati secara politis" (tumbang) karena menjadi sasaran tembak itu. Presidennya adalah Soeharto.
Sementara presiden era selanjutnya tetap berdiri tegak sampai habis masa pemerintahannya. Namun demikian, takdirnya sebagai sasaran tembak Tragedi 98 tak pernah berhenti.
Selama pemerintahan, sebagian energinya terkuras oleh kebisingan "bunyi tembakan", sementara sang presiden tak pernah mampu menyentuh inti sejarah itu untuk menghentikan "bunyi tembakan".
Dengan polarisasi politik era reformasi seperti sekarang ini, serta perspektif sejarah yang terus berkembang dalam aneka spekturm tanpa semua pihak mau bersatu dalam satu dimensi etisnya, maka sangat mustahil setiap era presiden bisa menghentikannya. Tragedi 98 kemudian menjadi PR presiden sepanjang zaman. Lalu, sampai kapan energi setiap presiden terus terbuang untuk itu?
__
Peb14/05/2019