Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menulis, Hak Milik Pribadi Unik dan Tuntutan Zaman

26 Januari 2019   14:04 Diperbarui: 26 Januari 2019   19:07 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; pxhere.com

Kegiatan menulis kini tak lagi "milik" para pujangga, penulis, jurnalis, guru, dosen, pegawai administrasi dan sejumlah profesi yang menuntut "pekerjanya" untuk menulis. Mereka itu merupakan pekerja menulis yang "eksklusif"

Sering dikatakan "menulis merupakan dunia tersendiri". Sebuah dunia yang hidup paralel dengan dunia kehidupan nyata.

Kini para malaikat surga dunia menulis itu telah membukakan pintu ruang menulis secara lebar kepada semua orang. Mengapa? Mungkin para malaikat itu sudah tersadar bahwa zaman kini telah berubah. Dunia menulis pun ikut berubah demi membangun peradaban secara kolektif.

Para malaikat menulis melihat kompleksitas dalam kehidupan yang tumbuh dari dalam diri manusia kini tak bisa lagi dipandang hanya sebuah kisah kehidupan yang hanya boleh diartikulasikan oleh kelompok pekerja menulis yang eksklusif --untuk kemudian disajikan kembali kepada semua pemilik kompleksitas awam tadi.  

Dahulu, pemilik kompleksitas hanya sebagai penonton atau  penikmat sajian atas kompleksitasnya sendiri. Mereka tidak diberi kuasa menjelajahi kompleksitasnya sendiri. Tidak diberi ruang untuk mengartikulasikannya ke dalam tulisan. Hal itu tidak adil. Dan ketidakadilan itu membuat proses peradaban menjadi pincang.

Padahal, di dalam kompleksitas kehidupan, banyak hal detail dan tersembunyi yang sulit atau tak bisa diartikulasikan hanya oleh kelompok pekerja eksklusif tadi. Lalu siapa yang bisa mengartikulasikannya ke dalam tulisan?

Tentu saja si Pemilik kompleksitas itu sendiri, yakni setiap orang yang dengan segenap kewarasan pancaideranya menjalani kehidupan dengan caranya. Cara yang tidak sama bagi setiap orang. Karena setiap orang merupakan pribadi yang unik.

Sekelompok pujangga bisa menuliskan indahnnya jatuh cinta. Tapi dia tak bisa tahu bagaimana "kejatuhan cinta" sesungguhnya yang dialami setiap orang sebagai pribadi yang unik. Setiap orang dengan cara dan inderawinya mencecap aneka detail lingkungan-tempat setiap orang tersebut mengalami "kejatuhan cinta".

Sekelompok penulis bisa menuliskan cerita, kisah atau peristiwa kehidupan yang dia ketahui, lihat, dan rasakan. Tapi dia tidak akan mampu menuliskan peristiwa atau cerita setiap pengalaman setiap orang sebagai pribadi unik. Pribadi yang menjalani langsung peristiwa itu.

sumber gambar ; pixabay.com
sumber gambar ; pixabay.com

Persoalannya, apakah setiap pribadi unik itu mau mengartikulasikan pengalaman atau cecapan pancaideranya kedalam bentuk tulisan?

Kemauan berangkat dari dalam diri sendiri. Kemauan bisa muncul bila peluang terbuka lebar. Kemauan bisa bangun dari tidurnya bila banyak stimulan yang membangunkannya. Kemauan bisa tumbuh di lingkungan menulis yang tumbuh dan berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun