Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hati-hati pada Trik dan Kecepatan Kejahatan via Telepon

27 Juni 2016   05:51 Diperbarui: 27 Juni 2016   18:42 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi II sumber gambar ; https://www.maxmanroe.com/wp-content/uploads/2015/10/Penipuan-Melalui-Telepon.jpg

Kemudian dia telepon Rina, juga sahabat anak saya. Rina katakan benar tadi masing-masing beserta kelompoknya jalan-jalan ke Mall. Mereka baru saja bubar dan masing-masing pulang.

Kemudian istri saya kembali telepon Nela dirumah, menanyakan apakah Citra sudah sampai di rumah. Ternyata belum. Istri saya juga menanyakan apakah tadi ada orang yang telepon mengaku Polisi? Nela katakan ya.

Nela ceritakan dia ditelpon om 'polisi' yang mengatakan Citra terkena razia. Si Om 'Polisi' minta uang 500 ribu ke Nela agar Citra bisa lepas. Nela kaget, dan panik. Dia katakan tidak punya uang sebenar itu. Si 'Polisi' turun harga, dia minta dikirimi pulsa di tiga nomor rekannya masing-masing 100 ribu. 

Kalau tidak punya uang, pinjam dulu dengan tetangga. Bergegaslah ke rumah Ibu Evi, tetangga selang dua rumah dari rumah saya. Anak saya Citra bersahabat dengan anak Bu Evi, mereka sering belajar bareng, baik di rumah saya maupun dirumahnya.

Mendengar cerita itu, saya geleng-geleng kepala. Saya katakan "Wah, kita kena nih, Ma. Kita harus ke Bu Evi untuk jelaskan semuanya sekaligus ngembalikan uangnya" terpikir oleh saya, pulsa si Om 'Polisi' yang tadi saya kuras, eehh saya kena batunya. Rugi bandar. Paling saya berhasil ngabisin pulsa Om 'Polisi' 100 ribu, tapi saya kena 300 ribu! Gileee bener....

Sampai di rumah, setelah menyimpan tas, saya dan istri ke rumah bu Evi. Kepadanya kami ceritakan semua. Bu Evi cerita, agak kaget didatangi Nela bermaksud pinjam uang untuk beli gas dan keperluan dapur! Dia merasa aneh dan tidak yakin. 

Tapi Nela yakinkan dia dan katakan barusan telpon tante (istri saya). Nela kemudian ke warung di depan kompleks. Bu Evi mengikuti, dia heran tidak ada yang dibeli Nela, dan dua nampak pucat dan tegang. Rencananya dia akan laporkan itu bila istri saya pulang.

Setelah beres dengan bu Evi, di rumah saya dan istri bicarakan semua dengan anak-anak saya dan Nela. Ini untuk pembelajaran semua. Nela mengaku panik mendengar Citra kena Razia, saat menerima telepon dia bagai tak bisa berpikir panjang. 

Dia kuatir, cintar ditahan polisi. Makanya dia bergegas pinjam uang bu Evi dan beli pulsa di warung kemudian mengirimkannya. Setelah sampai di rumah, barulah dia sadar. Hadeuuh!

Pembelajaran yang bisa dipetik

Jagalah informasi nomor telepon, dan data pribadi lainnya. Jangan sering diumbar di publik. Saya heran juga kenapa si penelpon tahu nomor dan status, pekerjaan, serta kegiatan saya dan istri, termasuk nomor Nela yang relatif tidak banyak terekspos. Jangan-jangan 'si Om Polisi' tadi tahu saya Kompasianer? Heemm..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun