Mohon tunggu...
Kebijakan

Mungkinkah Konflik Israel-Palestina Terselesaikan?

8 Juli 2018   16:48 Diperbarui: 30 Oktober 2018   23:54 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Tensi konflik pun semakin meningkat ketika pemerintah Israel membangun tembok di perbatasan Israel dengan Tepi Barat Palestina. Alasan pembangunan itu ialah untuk mencegah serangan-serangan HAMAS di tanah Israel. Tembok perbatasan tersebut menuai banyak pendapat negatif dari beberapa negara dikarenakan hal itu adalah sebuah pelanggaran Konvensi Jenewa, dan juga adanya tindakan diskriminatif yang mengecap bahwa warga Palestina adalah ancaman bagi keamanan Israel.

Sebenarnya, Amerika Serikat yang bisa dibilang sebagai negara sekutu terdekat Israel, AS juga memerankan peran penting dalam penjaga perdamaian Israel-Palestina, terutama di saat era Presiden Bill Clinton dan juga era Presiden Obama. 

Di pemerintahan Presiden Obama, beliau telah mengurangi tensi konflik Israel dan Palestina dengan menawarkan solusi dua negara yang mengakui kedua negara untuk berdampingan bersama. Tetapi, karena Israel dan Amerika Serikat mempunyai hubungan yang sangat erat, Amerika Serikat pun juga melakukan hal-hal yang bisa dikatakan mendukung Israel.

Setelah terpilihnya Presiden Donald Trump, dunia pun sudah tidak punya kepercayaan terhadap peran Amerika Serikat pada era Obama untuk melakukan usaha perdamaian Israel-Palestina. 

Itu dikarenakan bahwa Presiden Trump mempunyai prinsip yang sangat tegas untuk membela kebijakan yang hanya mementingkan Israel dan mengabaikan nasib rakyat Palestina. Presiden Trump mempunyai pandangan yang tidak pernah mendukung adanya perdamaian dan selalu saja meningkatkan intensitas di beberapa daerah konflik termasuk konflik Israel dan Palestina.

Kebijakan-kebijakan Trump terhadap konflik tersebut sangat kontradiktif dengan kebijakan Obama. Obama yang menunjukkan prinsip perdamaian dan stabilitas terhadap kedua negara agar tidak  ada lagi kekerasan yang memakan korban, dan juga hak-hak bernegara antara kedua negara. Tetapi untuk Trump, egoisme membuat beliau untuk mengajukan kebijakan yang hanya mementingkan satu pihak dan tidak memikirkan Hak Asasi Manusia. 

Salah satu kebijakan kontroversialnya adalah dengan adanya pengakuan Jerusalem sebagai ibukota Israel melainkan Palestina dan juga rencana perpindahan Kedutaan Besar ke kota tersebut. 

Walaupun banyak negara tidak setuju dengan keputusannya, tetapi Amerika Serikat tetap saja menetapkan keputusan tersebut karena kekuatan veto yang dimiliki.

Sampai saat ini, bisa dinyatakan bahwa konflik Israel dan Palestina masih belum juga berakhir dan sangat sulit untuk diatasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tidak adanya  komitmen penuh oleh beberapa pihak untuk melakukan perdamaian dan menjaga stabilitas wilayah tersebut. 

Hal itu disebabkan oleh keegoisan negara-negara yang mempunyai kepentingan yang hanya menguntungkan negara itu saja dan tidak memperhatikan dampak buruk terhadap negara lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Sangat disayangkan bahwa beberapa tindakan-tindakan tegas dari beberapa pihak termasuk PBB masih saja belum juga efektif untuk menghentikan konflik Israel dan Palestina. 

Beberapa proses perdamaian masih saja diakhiri dengan adanya perseteruan antara kedua negara tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan adanya perdamaian antara kedua negara akan terjadi jika komunitas internasional mempunyai janji yang kuat dan tindakan yang tegas agar perdamaian Israel dan Palestina tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun