Mohon tunggu...
Oktavianus Daluamang Payong
Oktavianus Daluamang Payong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi dalam Bayang-Bayang Patronase Ekonomi dan Oligarki Politik

20 Februari 2024   06:54 Diperbarui: 20 Februari 2024   06:54 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Nalar Politik

Pelaksanaan pemilihan umum presiden (pilpres) sebentar lagi akan berakhir. Meskipun hasil final belum diumumkan secara resmi oleh KPU, tetapi berdasarkan hasil hitung cepat pasangan Prabowo-Gibran masih jauh unggul atas dua pasangan lainnya. 

Selain itu pemilihan legislatif (pileg) pun demikian. Hasil hitung cepat telah menujukan persentase  perolehan sementara kursi di Parlemen. Hingga saat ini dari data suara yang masuk sekitar 51,28%, dengan perolehan suara terbanyak masih dipegang oleh PDI Perjuangan dengan perolehan 16,43% atau kurang lebih 8.971.754 suara (Kompas.kom/18/02/2024). 

Terlepas dari hasil sementara yang telah diperoleh tersebut, ada hal  yang lebih menarik untuk ditelaah. Sudahkah pelaksanaan pemilu tersebut sejalan dengan asas demokrasi bangsa ? ataukah,  ternyata pelaksanaan pemilu hanya merupakan rekayasa elite dalam memanfaatkan demokrasi! 

Patronase Ekonomi dan Oligarki

Indonesia sekali lagi dihebohkan oleh temuan terbaru yang diumumkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengenai aliran dana mencurigakan dalam sistem keuangan negara.  

Dari hasil analisis terhadap 1.847 transaksi keuangan selama 2023 diketahui bahwa 36,7 persen dari dana Proyek Strategis Nasional (PSN) ternyata mengalir ke kantong pribadi aparatur sipil negara (ASN) untuk kepentingan pribadi, termasuk investasi dan aset politisi (Kompas.id/19/02/2024). 

Dugaan ini semakin diperkuat ketika PPATK melaporkan transaksi mencurigakan senilai Rp 51 triliun dari 100 calon daftar calon tetap (DCT) yang berpartisipasi di Pemilu 2024. Terbukti bahwa praktik korupsi ini memberikan dampak signifikan pada pembangunan dengan biaya tinggi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Kompas.id/19/02/2024). 

Dalam hal ini, konsep patronase ekonomi menjadi sangat relevan. Patronase ekonomi, seperti dijelaskan Hatchcroft (2014), merupakan upaya mengalihkan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. 

Sangat dimungkinkan bagi elite politik, pejabat birokrasi dan pengusaha untuk memperoleh proyek strategis untuk kepentingan pribadi. 

Dalam buku , Democracy for Sale, Edward Aspinall dan Ward Berenschot (2019) menunjukkan bahwa patronase ekonomi digunakan untuk membentuk hubungan klientelisme antara elite politik dan politisi dengan masyarakat, terutama untuk kepentingan elektoral. 

Pada konteks masalah tersebut, Institusi resmi seperti parpol, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu dikendalikan dan dilemahkan elite politik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena keterikatan antara elite politik sebagai patron dan masyarakat sebagai klien dibangun hanya untuk kepentingan elektoral atau kepentingan mendulang suara dalam Pemilu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun