Kita tentu berbangga karena Bahasa Nasional kita, Bahasa Indonesia telah diterima menjadi bahasa internasional pada sidang pleno UNESCO (badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan) pada 20 November 2023. Dengan begitu, Bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional ke-10 di samping Bahasa Inggris, Prancis, Arab, China, Rusia, Spanyol, Hindi, Italia, dan Portugis (ANTARA (31/1/2024).
Semestinya rasa bangga tersebut memotivasi kita untuk semakin mencintai Bahasa Indonesia. Semakin mencintai Bahasa Indonesia berarti semakin kita menggunakannya secara baik dan benar dalam berbagai keperluan kita. Menggunakannya secara baik berarti kita dalam berkomunikasi selalu memperhatikan konteks dan aspek sopan santun. Menggunakan bahasa secara benar berarti dalam berkomunikasi kita memperhatikan aturan atau kaidah yang berlaku sebagaimana diatur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Sayangnya, dalam praktik hidup berbahasa sehari-hari, kita kerapkali menemukan fenomena penyalahgunaan Bahasa Indonesia secara tidak baik dan tidak benar melalui media massa, seperti televisi (TV) atau media online seperti Youtube dan Tiktok. Salah satu yang sering diperdengarkan adalah penggunaan diksi “kemudian’’. Para wartawan (jurnalis) dan figur publik sepertinya tidak menyadari bahwa penggunaan diksi tersebut sangat tidak tepat.
Meskipun terlihat sederhana bagi kebanyakan orang, bagi pemerhati bahasa dan guru Bahasa Indonesia, penyalahgunaan tersebut sangat ‘’mengganggu’’ telinga. Pasalnya, kemudian yang kecil ini memiliki makna mulia dalam menciptakan ujaran atau bahasa yang bermakna. Sebaliknya, penggunaan yang tidak tepat dalam struktur dan makna yang semakin hari semakin diperdengarkan, memperlihatkan bahwa orang tidak menyadari, ia sedang mempermainkan Bahasa Indonesia.
Dalam KBBI diksi kemudian mengandung tiga arti: (1) belakangan, yang ada di belakang, (2) waktu yang akan datang, kelak, belakang hari, dan (3) sesudah itu, akhirnya (lalu). Ditinjau dari segi fungsinya dalam kalimat, kemudian arti (1) dan (2) menempati posisi keterangan, sedangkan kemudian dalam arti (3) menempati poisi konjungsi atau kata sambung.
- Siapa yang datang kemudian akan mendapat giliran terakhir.
- Ia berangkat lebih dulu, keluarganya akan menyusul kemudian.
- Penjahat itu babak belur, kemudian diserahkan kepada yang berwajib.
Sebagai konjungsi, kemudian adalah kata penghubung temporal yang digunakan untuk menyatakan urutan waktu atau kejadian yang terjadi setelah peristiwa lain. Kemudian menghubungkan dua klausa atau kalimat yang sederajat. Kata ini dapat berfungsi dalam kalimat yang menghubungkan dua peristiwa yang terpisah oleh jeda waktu tertentu. Selain kemudian, konjungsi lain yang termasuk dalam relasi temporal kronologis, seperti lalu, sebelum, sesudah, setelah, sejak, sedari, selanjutnya, setelah itu, pertama, kedua.
Kesalahan Penggunaan “Kemudian”
Mari kita mencoba menganalisis kesalahan penggunaan diksi atau konjungsi kemudian oleh figure publik atau wartawan media massa berikut ini. Karena konjungsi kemudian termasuk jenis konjungsi intrakalimat, penulis mencoba mengembalikan kalimat panjang (kalimat kompleks) ini ke kalimat tunggal atau kalimat simpleks. Setelah itu, kita melihat apakah perangkaian atau penggabungan dengan kemudian tersebut efektif ataukah tidak.
(1) ..,membakar sambungan-sambungan listrik sehingga kemudian ketika dibakar di titik itu maka otomatis satu gedung akan hancur.