Juve menginjakkan kakinya di final Liga Champion Eropa. Sekian lama mereka hanya berkutat di liga setempat, dan paling-paling menjadi penggembira di penyisihan. Setelah menggapai tropi keempat berturut Liga Seri A, kali ini mencapai final dengan menyingkirkan Madrid jawara Eropa sepuluh kali, dan tidak kalah. Semifinal yang dilakoninya berakir menang di kandang dan seri di arena lawan, bukan kerja ringan.
Hasil kerja keras dan rela berjuang di kasta kedua mereka hadapi. Pemain yang pernah mencicipi memang sudah tidak banyak lagi. Merangkak dengan setia akibat perilaku pengurus yang tidak bertanggung jawab. Mereka yang harus menghadapi pertarungan di kelas yang lebih rendah pertama kalinya, bukan karena prestasi buruk, namun pelanggaran pengurusnya.
Berjalan di seri B dengan point minus, mereka jalani dengan setia dan penuh semangat. Memang bukan kelas seri B dengan adanya del Piero, Nedved, Buffon, pelatih sekelas Descham, mereka naik lagi ke level yang mereka miliki. Di seri A empat gelaran terakhir mereka rengkuh dan digenapi dengan final champion, meski tidak juara minimal nomer dua dulu.
PSSI yang kisruh terus seharusnya tidak mempengaruhi pemain dan klub yang ada, serta timnas. Juve menjalankan hukuman dengan turun kelas, para pengurus yang terlibat menjalankan hukuman masing-masing. Pengurus PSSI biar saja bertikai, namun liga, klub, dan timnas ada yang mengatur. Memang sistem di Italia sudah berjalan jadi bukan tergantung orangnya. Indonesia perlu belajar membuat sistem sehingga tidak tergantung figur semata.
Belajar dari kesalahan yang ada, bukan hanya meratapi dan protes tidak berujung pangkal. Juve waktu itu hampir semua pemain Italianya baru saja usai mengangkat Piala Dunia, sebagai bahan mohon ampunan, namun tidak berlaku dan tetap turun derajad. Hukuman berjalan dan kembali meraih prestasi, sekarang tidak ada lagi yang akan mengingat peristiwa itu. Membedakan antara apa yang utama dan tidak, itu juga penting. Membedakan mana yang salah dan benar juga penting, sehingga tidak salah kaprah dan malah merusak semuanya.
Bagaimana masa depan timnas dan pemain, pelatih, dan semua yang bekerja di dunia sepak bola dengan kejadian ini? Memang tidak identik, namun bisa belajar dari pengalaman tempat lain untuk kemajuan bersama.
Salam Damai