Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik dan Agama Sebentuk 'Berhala' di Zaman Ini

12 November 2016   07:25 Diperbarui: 12 November 2016   08:27 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik dan Agama Sebentuk Berhala di Zaman ini

Pembaca yang budiman, baca dengan pemikiran jernih ya, jangan mengandalkan kata pokoke,jika iya gak usah datang dari pada membuat rusuh dan ricuh. Sebenarnya berhala dan agama tidak bisa menjadi satu dalam sebuah konteks yang sejalan, agamaa mengantar kepada Tuhan Sang Pencipta, kalau berhala ya berhenti pada berhala itu, apapun bentuknya.

Kamus besar Bahasa Indonesia menyatakan, berhala adalah benda atau patung yang disembah dan dipuja-puji. Lha mengapa agama dan politik menjadi berhala. Dalam arti yang luas, berhala menurut hemat saya adalah yang menghambat kita sampai kepada Tuhan, bisa saja itu keluarga, uang atau materi, jabatan, dan banyak hal, dan yang kontekstual dalam kehidupan bersama kita hari-hari ini adalah agama dan politik.

Politik terlebih dulu, begini, namanya pollitik adalah seni di dalam mencapai tujuan, ingat seni dan tujuannya adalah kekuasaan, tentu sepakat, namun jika seni itu kog penuh intrik busuk, pemutarbalikan fakta, menebar opini buruk, dan sejenisnya? Apa artinya? Politik sejatinya menghantar kepada keuasaan untuk menata dan mengelola sebuah daerah kekuasaan agar sejahtera, idealnya. Minimal tidak ideal mendekati ke sana, bukan semata-mata demi kuasa saja demi kepentingan sendiri. Lihat tidak sampai  kepada Tuhan jika kehidupan masih saja seperti itu bukan? “Berhala” telah diciptakan. Bisa saja rumah ibadah penuh sesak, hari-hari raya keagamaan dirayakan dengan libur, gegap gempita, pesta pora, namun apakah sampai bahwa ada kesadaran keterlibatan Tuhan dalam seluruh hidup ini? Politik telah menjadi segalanya, dipuja-puja, dan bisa mengalahkan Tuhan di dalam hidup sehari-hari.

Agama, agama sejatinya adalah sarana, jalan untuk mencapai pengenalan akan Tuhan. Sarana bisa saja bis, kereta, truk, atau gerobak. Tentu banyak pilihan. Kalau dianalogikan itu jalan, bisa jalan tol yang mulus, keren, dan bebas hambatan, ada pula jalan makadam, dan jalan alternatif, atau jalan kampung biasa. Ketika agama malah memisahkan dengan kemanusiaan, manusia lain sebagai musuh dan bukan sebagai rekan seperjalanan menuju kepada Tuhan apa artinya? Ini bukan bicara agama A, B, atau C, semua agama mengalami zaman kegelapan di mana menilai paling benar dan semua di luar dirinya sesat, dan itu wajar, penemuan akan spiritualitas memerlukan waktu. Mengapa banyak orang bisa hidup bersama, becanda soal agama dengan santai, dengan tertawa-tawa, bukan meremehkan namun itu bisa menjadi bagian hidup sehari-hari, karena agama sudah menjadi bagian utuh diri sendiri bukan sesuatu yang luar biasa dan aneh lagi.

Fanatik, pembelaan, dan penghargaan itu memang harus dan wajib, namun apakah perlu dengan menjelekan pihak lain, bukan demikian esensinya. Membela, fanatis, dan menghargai itu gampang, yakini, hidupi, dan jalani agama sendiri dengan baik, mau baik atau buruk agama lain tidak akan berpengaruh bagi hidupku. Ffanatik ke dalam bukan malah memaksa orang menghormati sedang dia sendiri malah menghujat agamanya sendiri dengan perilaku buruknya.

Semua agama tentu memiliki yang namanya, bahasa umum dan kekinian marketing, untuk menambah pengikutnya, tidak perlu melihat apa yang mereka buat, namun apa yang aku ingin buat untuk bisa berpengaruh. Di mana negara telah beragama, tentu akan menjadi ramai ketika semua sales menjual dengan cara mmebujuk yang telah mengenakan agama semua. Marketing bukan keluar namun ke dalam dengan memberikan kualitas diri yang bisa menjadi pengaruh untuk orang lain bisa melongok dan akhirnya datang sendiri, ingat esensi agama itu membebaskan bukan membelenggu, menyenangkan bukan menakutkan, dan memeberi keleluasaan bukan kecemasan dan kekhawatiran.

Rasa aman itu bukan soal di luar, namun apa yang ada di dalam diri sendiri. Artinya, tidak perlu risau agama lain mau seperti apa jungkir balik, mau guling-guling, sepanjang kita sendiri telah memegang hakikat agamanya dengan baik dan benar, yakinlah apapun yang ditawarkan tidak akan menggoda. Ini yang masih banyak disalah mengerti orang yang masih mudah terbakar bahwa pengikutnya akan digoda untuk pindah ke sana sini. Rasa aman bukan diciptakan dengan menekan, namun membebaskan, memberikan kepercayaan, dan membuat orang merasa di rumah sendiri. Biar saja pihak lain  melakukan apa saja, bisa ditonton dengan hati riang ada hiburan.

Kedewaan bersikap dan menghayati. Orang yang telah dewasa tidak akan mudah iri, khawatir, curiga, namun melihat dengan pemikiran lebih luas dan menyeluruh, oh ini maksudnya, bukan seperti itu, ada menimbang-nimbang dan baru menyimpulkan, bukan menyimpulkan dulu baru ditimbang.

Agama dan politik perlu ditempatkan pada posisi dan porsi yang semestinya, bukan keduanya menjadi segalanya dan malah membuat kacau yang seharusnya baik. Keduanya adalah sarana dan cara mendapatkan upaya kebaikan bukan malah kekacauan bukan?

Jayalah Indonesiaku!

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun