Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pergantian Kapolri Rivalitas PDI-P versus Golkar Era Setnov

21 Mei 2016   15:11 Diperbarui: 21 Mei 2016   15:28 1448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pergantian Kapolri Rivalitas PDI-P versus Golkar Era Setnov

Beberapa saat lagi kapolri memasuki usia pensiun. Usia 58 menurut UU polisi memasuki usia pensiun, kecuali ada keahlian dan kecakapan yang masih diperlukan bangsa dan negara masih bisa dipertahankan hingga usia 60 tahun. Melihat keadaan, presiden bisa saja memperpanjang, namun bisa pula adanya keinginan kepolisian sendiri untuk penyegaran.

Catatan untuk Pak Badrodin, kapolri ini sebenarnya, jabatan berkah karena adanya perseteruan cakapolri dan KPK, saat menjadi tersangka oleh KPK kala itu. Agar tidak menjadi persoalan berkepanjangan, akhirnya opsi lain yang menjabat, Jenderal Badrodin yang akan pensiun mendapat durian runtuh dan Komjend Budi G, menjadi wakil. Solusi yang cukup bijak, tidak ada yang dipermalukan, tidak ada pula kegaduhan baik politik ataupun di kepolisian sendiri. Soal Santoso dengan dana luar biasa, namun terus saja dikatakan sudah tinggal dua pulluh terus, patut untuk diganti, tidak perlu diperpanjang. Apalagi lebih banyak generasi di bawahnya yang jauh lebih segar untuk memimpin.

Komjend Budi G, wah ini merepotkan presiden lagi, bagaimana PDI-P masih saja mengajukan nama yang sama, padahal dulu sudah ternoda oleh status KPK, meskipun menjadi jawara pertama yang bisa mematahkan status tersangka menjadi bebas karena “keberanian” hakim Sarpin, yang memporakpondakan keadaan peradilan Indonesia hingga menyerat KY segala. Meskipun bebas toh cidera, noda, itu masih lekat dan sama sekali tidak berubah. Apalagi usia yang tinggal setahun tentu sangat disayangkan jika ngotot dengan sikapnya, sehinggga lembaga polisi dan negara ini malah dijadikan dagangan oleh sekelompok elit demi kedekatan personal. Setahun bisa melakukan apa coba, belum lagi ada gawe besar pilkada, sayang jabatan hanya menungguh pensiun.

PDI-P. Beredar rumor soal kedekatan ketum PDI-P, yang merupakan “bos” kalau Budi G menjadi ajudan presiden kelima itu. Tidak heran presiden kala pencalonan kemarin saling lempar ke dewan dan malah mau tidak mau presiden harus bersikap berseberangan dengan tunggangan utama dan kalau tidak hati-hati bisa dijatuhkan dengan keji oleh KMP dan KIH yang kala itu masih sama-sama digdaya. Beruntung bisa selamat dari lobang jarum. Posisi kritis yang bisa dilampaui dengan relatif baik, tanpa gejolak yang berlebihan dan menggoyang dengan cukup telak kehidupan bernegara. Solusi yang cukup cerdas dipilih dengan menempatkan Jenderal Badrodin dan memosisikan Komjend Budi G di wakapolri. Persoalan pribadi Pak Budi G yang membuat susah presiden, lanjut pasti akan dihajar soal komitmen pemberantasan korupsi karena menjadi tersangka sementara karena kekayaannya yang begitu gendut. Mau tidak lanjut kereta kencananya meradang karena idenya tidak tersalurkan dengan baik. Itu semua sudah lewat.

Golkar, kali ini memiliki peran yang cukup penting, di mana presiden tentu tidak khawatir lagi dengan PDI-P. Mau maju dan ngotot soal Komjend Budi G untuk maju, kalau presiden tidak mau, tetap akan mendapatkan dukungan dari Golkar dan partai lain cukup aman baik di dewan ataupun pemerintahan. Apalagi manuver gendeng-gendengan Setnov yang sudah menohok dengan mendukung Jokowi untuk 2019. Ini signal kuat untuk menohok PDI-P untuk berhati-hati. Ingat Golkar sudah sangat kenyang dengan perilaku gendengnya. Menjatuhkan Gus Dur almarhum ada peran mereka kala itu, menjadi duri dalam daging Demokrat dua periode dan mereka yang mendapatkan keuntungan, belum lagi soal pimpinan dewan dan majelis, kemenangan telak post kekalahan pilpres, menguasai alat kelengkapan dewan dengan cara kanak-kanak namun manjur, malu mana ada dalam kamus mereka, sabot soal pilkadatidaklangsung, yang digugurkan Pak Beye dengan lincahnya main dua kaki, merupakan jalan panjang rekam jejak keculasan mereka.

PDI-P jarang menang dengan kepiawaian mereka melobi. Politik selain seni juga ada gaya premannya, dan itu lebih pas dilakoni Golkar. Lemparan Setnov ini sebagai signal agar PDI-P hati-hati. Paling dekat dan seksi jelas saja soal pergantian Kapolri. Setnov dengan Golkarnya akan bisa dipastikan memainkan trik di belakang presiden, dia belum berani macam-macam dengan kebijakan presiden, meskipun wanbin memutuskan berbeda, tentu dia tidak mau dikirimi surat cinta dari kejagung yang kali ini istilah jagung masih diendapkan. Diendapkan bisa dipahami suatu saat ingat bisa diangkat lagi biar tidak mengendap terlalu dalam. Perilaku anak manis yang menguntungkan dia tentu akan menjadi pilihan cerdas dari Setnov.

Posisi nyaman bagi presiden dengan kekuatan dukungan politik yang berimbang. PDI-P tentu akan gamang kalau mau head to head seperti kala Golkar masih di KMP. Berani membentak dengan terus terang kebijakan presiden karena mereka berpikir pemerintah pasti takut karena di parlemen akan dihantam oleh gerombolan Golkar. Presiden juga tidak terlalu khawatir karena Gerindra lebih elok, etis, dan rasional, bukan model Golkar yang waton sulaya itu.

Saatnya membangun dengan kekuatan politik yang sangat mantab, soal mafia demi mafia bisa diatasi sepanjang politik sudah lebih tenang. Negara ini sudah lama dipakai oleh segelintir orang yang menggunakannya seperti model kerajaan, kali ini masa kebangkitan, di mana rakyat yang memiliki kekuasaan seutuhnya.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun