Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kabinet Kerja Aroma Kabinet Orba, Buat Apa Menteri kalau Semua-mua Jokowi?

19 Agustus 2016   09:35 Diperbarui: 19 Agustus 2016   11:04 3293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla, Mensesneg Pratikno, dan Menseskab Pramono Anung serta para calon menteri, berfoto bersama usai pengumuman perombakan kabinet atau reshuffle jilid 2, di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7/2016). Presiden mengumumkan 12 nama menteri dan Kepala BKPM. (TRIBUN NEWS / HERUDIN)

Menyimak kinerja Kabinet Kerja ini, ada yang baru dicoba presiden, bahwa menteri memiliki kebebasan untuk mewujudkan visi dan misi presiden. Keleluasaan dalam koridor bahwa demi ide dan gagasan pemerintah dalam hal ini presiden. Mengapa visi presiden? Karena yang janji kampanye dan dipilih secara langsung adalah presiden. Ironisnya malah sering para menteri ini kemudian seolah-olah menyerahkan keputusan akhir kepada presiden, seperti pasrah bongkokan, dan seperti melepaskan beban itu milik presiden.

Orba itu memang semua ada dalam kendali Pak Harto dan para menteri hanya menjadi pelaksana tanpa perlu susah-susah karena semua telah dipikirkan, direncanakan, dan ditelaah mendalam oleh Pak Harto dengan timnya, menteri hanya melakukan.

Begitu banyak hal yang membuktikan asumsi tersebut. Menteri sebenarnya bisa bertanggung jawab, hanya sayangnya malah seperti melepaskan tanggung jawab, dan itu bisa menjadi senjata melampiaskan barisan sakit hati. Terbaru, soal Arcandra dan Gloria. Ini tidak perlu presiden harus menanggung malu, menjadi bahan hujatan karena teledor, administrasi amburadul, dan sejenisnya. Padahal, ini jelas banyak bawahan yang sangat bertanggung jawab. Apalagi soal Gloria ini. Presiden itu tentu memiliki tanggung jawab dan urusan yang jauh lebih besar dan tinggi, bagaimana para menteri dan jajarannya jika seperti ini.

Beberapa waktu lalu, ada ide FDS, ketika ada polemik, menteri dengan enteng nanti presiden yang akan memutuskan. Benar memang keputusan ada di tangan presiden, namun tentu para menteri dan jajarannya bukan membuat polemik, pikirkan matang dan analisis sudah matang baru disodorkan kepada masyarakat sebagai sosialisasi dan kepada presiden tanpa adanya polemik dan gejolak berlebihan seperti FDS ini.

Kegaduhan demi kegaduhan lampau, menteri A bertikai dengan menteri B, dan dengan pejabat C. Lagi-lagi harus presiden turun tangan untuk menetralkan di depan mata rakyat dan media. Berkali-kali dan itu menjadi santapan embuk bagi “lawan” politik. Buat apa menko dan wapres kalau begini? Seperti kerja sendiri kalau seperti ini. Soal Blok Masela, Freeport, dan kereta cepat. Pembantu presiden itu memberikan pandangan yang menyeluruh bukan malah membuat presiden makin bingung untuk memilih.

Kebakaran hutan tahun lalu. Sedang kunjungan kenegaraan pun harus pulang. Coba di mana menhut dan jajarannya, kemenko yang menaungi koordinasinya? Untuk apa coba kalau presiden tetap harus turun tangan, buat apa ada menko dan memiliki jajaran yang panjang namun tetap saja presiden turun tangan.

Soal waktu tunggu pelabuhan, hingga berlarut-larut, soal hukuman mati, KPK dan polisi, dan banyak lainnya. Sebenarnya lembaga-lembaga lain yang harus bertanggung jawab dan menjawab jika ada masalah, bukan membebani presiden.

Permasalahan sepak bola dulu, juga harus presiden. Lha untuk apa menpora dan jajarannya. Koordinator menterinya? Kan banyak kerja yang jauh lebih besar, penting, dan lebih membutuhkan pemikiran presiden. Sebenarnya soal PSSI bisa kan menteri saja.

Presiden memang yang bertanggung jawab dalam banyak hal, namun bukan berarti harus menanggung dan menjawab ulah anak buah yang kurang bisa bertanggung jawab. Namanya birokrasi masing-masing mempunyai kewenangan dan tanggug jawab sendiri. Bagaimana repotnya presiden jika harus selalu demikian. Semua keputusan dan sering malah masih mentah harus ada di tangan presiden.

Apa artinya jika demikian?

Jalannya birokrasi belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Ada saluran yang mampet karena adanya kepentingan atau maksud dari si pejabat dan itu yang menghambat. Kepentingan di level menengah yang belum mau berubah sehingga harus turun tangan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun