Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Adha dan Pengorbanan ala Kominfo

10 Juli 2022   13:50 Diperbarui: 10 Juli 2022   13:54 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korban dan Johnny Plate: Kominfo.go.id

Iduladha dan Pengorbanan

Kominfo melakukan perayaan qorban dengan menyembelih 16 sapi dan seekor kambing.  Johnny Plate mengajak jajaran Kominfo untuk menghayati Iduladha bukan semata memotong atau menyembelih hewan korban, mau kambing atau sapi, namun lebih jauh dalam hidup sehari-hari. Mau berbagi, subsidiaritas, dan kemauan berkorban.

Jumlah sapi dan kambing yang dipotong berasal dari Menteri Kominfo, Johnny Plate dua ekor, masing-masing dirjen satu, dan beberapa mitra yang turut menyumbang, sehingga total 16 ekor. Cukup banyak naik sekitar lima ekor, usai tahun lalu sejumlah sebelas ekor.

Johnny Plate mengajak momentum Iduladha digunakan untuk mengedepankan sikap gotong royong,  berbagi, dan subsidiaritas. Tidak sesama Muslim, namun bagaimana itu juga bersama dengan masyarakat Indonesia dan dunia. Berbagi untuk mampu  bekerja sama, tidak semata daging korban namun juga perilaku sehari-hari.

Selain prinsip berbagi, Johnny Plate juga menyoroti bagaimana seharusnya dalam konteks korban ini adalah memaafkan.  Memaafkan itu bernilai universal, seperti halnya dengan berbagi. Tidak memandang sekat dan pemisah, idealnya atau seharusnya.

 Secara teknis, pembagian daging korban ini akan dilakukan dalam 1000 lbih paket untuk 1690 warga yang berhak. Pembagian paket akan dilaksanakan Senin, 11 Juli, yang akan dilakukan oleh panitia dengan mengandeng rumah pemotongan hewan untuk daerah Jonggol, Karawang, dan Bekasi.

Sepakat dengan Menkominfo, bahwa momentum Lebaran Haji atau korban ini adalah berbagi dan mau peduli, serta kesempatan untuk bergotong-royong.

Kita bisa menyaksikan, bagaimana budaya, tabiat, kebiasaan, dan laku setiap hari justru menimbul, mengumpulkan, dan lupa untuk sejenak melihat kekurangan saudara-saudara yang membutuhkan. Begitu riuh rendah mengumpulkan, bahkan maling demi gaya hidup.

Contoh konkret yang baru terjadi, bagaimana ATC yang mengumpulkan dana untuk saudara yang  membutuhkan. Bencana alam, kecelakaan, atau korban perang. Dasarnya adalah baik, namun bagaimana itu terjadi adalah malah penyelewengan. Adanya gaji yang terlalu besar dari yang seharusnya, bahkan ada UU yang dilanggar di sana.

Gaya hidup yang sangat memprihatinkan karena kemewahan yang menjadi ukuran. Tidak kog malah dari mana asal-usul kemewahan itu. Penghargaan yang keliru.     Pekerja  keras namun kurang beruntung alias miskin, malah tidak mendapatkan penghormatan, apalagi penghargaan.

Masih berkutat pada materi, bukan prestasi. Keberadaan harta menjadi tolok ukur sebagai pribadi yang terhormat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun