Literasi digital itu tidak sekadar aman dan nyaman berinternet, ada upaya pemanfaatan untuk ekenomi, namun juga perlu etika berkomunikasi dan etika dalam penggunaan media sosial. Terkenal bahwa bangsa ini sangat kasar dan usil di dalam dinamika media sosial.
Kebiasaan keroyokan dan ramai-ramai. Ciri orang yang minder dan jiwa kerdil. Besar omongan dan komentar, padahal tidak memiliki prestasi apa-apa.
Terlalu banyak waktu luang dan minim inovasi dalam menciptakan kesiibukan. Bergosip dan berkomentar yang pokoknya ramai dan meluapkan emosi sesaat.
Berjarak. Ada celah, bukan berhadapan muka. Ketika berhadap-hadapan secara langsung mana berani model netizen negeri ini.
Pansos. Kebanyakan masih kurang dalam banyak sisi, kemampuan, pengetahuan, dan juga etika berkomunikasi. Egoisme dan fokus    pada diri bukan pihak lain.
Literasi digital, internet sehat bukan hanya soal bersih dari hoaks atau maling data, namun juga dari ujaran kebencian. Hal yang seolah dianggap biasa saja.
Menutup kanal atau akun penceramah yang isinya menghasut, menebar kebencian, dan provokatif bisa menjadi gerbang awal mengurangi internet kotor. Â Sudah dilakukan pada beberapa akun dan pihak.
Peristiwa meninggalnya Buya Syafei harus menjadi pelecut Johnny Plate untuk bersih-bersih. Tidak hanya akun pornografi saja. Saatnya pembersihan dengan landasan Pancasila, bukan hanya agama tertentu.
Keberanian bersikap itu penting. Keadilan itu juga utama, kebenaran universal bukan parsial. Layak diperjuangkan seluruh anak negeri.
Terima kasih Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H