Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

5 Alasan Mencermati Siti Fadilah Supari

28 Mei 2020   20:27 Diperbarui: 28 Mei 2020   20:58 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu ini, terutama pandemi menggeliat, ada dua kali pernyataan Siti Fadilah, kalau tidak salah pertama surat yang ia tulis. Bagaimana seharusnya yang perlu dilakukan. Kedua dengan seolah mau menegaskan kembali pernyataannya yang dulu dengan melakukan wawancara dengan Deddy Corbuzier ketika periksa kesehatan.

Dua pernyataan itu membawa pada agenda cenderung politis dengan dasar argumen beberapa hal sebagai berikut;

Satu, di tengah maraknya persoalan pandemi, benar Siti Fadilah adalah prefesional, keilmuannya tidak menyimpang, dan memiliki lebih dari sekadar cukup berbicara mengenai virus, permainan dan hegemoni Amerika Serikat dan WHO tentunya. Pengalaman masa lalu yang benar dan fakta itu terjadi. Tidak banyak cukup  masalah dalam taraf ini.

Pergulatan yang ia nyatakan melawan WHO itu memang demikian adanya, tidak bisa disangkal atau diragukan itu memang fakta. Nah menjadi masalah, lebih rumit dan runyam, ketika itu digunakan untuk "menekan" pemerintah untuk membebaskannya. Seolah "jasa" yang besar perlu diingat.

Dua, berkaitan dengan artikel atau point  satu, miris jika paradigma yang demikian kemudian dikapitalisasi dan dijadikan dengungan yang mahahebat oleh oposan yang lagi-lagi semata mau merusak reputasi pemerintahan semata.  Soal jasa dan pidana tidak bisa kemudian menjadi bahan untuk "menuntut" balas.

Biasanya "jasa" itu sudah diperhitungkan oleh hakim ketika menjatuhkan vonis. Apa-apa yang meringankan dan itu sudah terjadi pada akhir persidangan. Ketika  menjalani pidana itu urusan pada Kemenhum dan HAM ketika memberikan remisi. Ada jalur yang mau ditabrak, yang seolah benar, namun bisa menjadi bencana bagi pemeritah.

Apalagi, suka atau tidak, kasus Siti Fadilah adalah korupsi. Tidak ada terpidana korupsi yang ikut mendapatkan asimilasi karena pandemi ini.  Nah, kalau ia dibebaskan dengan dasar pandemi, bagaimana terpidana lainnya. bisa berabe dan repot negara menyikapi hal ini. Lha  tanpa membebaskan napi korupsi saja sudah dihantam sana sini.

Pertimbangan yang ia sampaikan toh hanya tinggal beberapa bulan. Lagi-lagi jika demikian, banyak juga dengan dalih begitu. Repot negara jika alasan seperti itu diajukan. Bisa juga dong pemerintah menjawab, karena hanya tinggal beberapa bulan, yang sabar dulu.

Tiga, menolak menerima diri sebagai pelaku korupsi. Boleh dan sah saja demikian. Tetapi faktanya vonis dari hakim adalah karena tindak pidana korupsi. Tidak bisa disangkal, benar dan bisa saja jika menglaim diri sebagai rekayasa.

Jika merasa itu adalah rekayasa, mengapa pernah mengembalikan uang yang bisa diartikan berkaitan dengan tindak korupsi dong? Atau mau menjelaskan lagi dengan sesi tiga mungkin. Layak ditunggu. Berkiatan dengan "rekayasa" atau pesanan, point berikut lebih lanjut mengupas.

Empat, konon WHO dan Amerika yang memesan untuk menjebloskan dalam penjara. Ada beberapa hal yang patut dicermati.

Penghalang itu dihilangkan, saat kejadian, atau sudah jauh dari peristiwa itu? Contoh, mau lewat jalan terhalang pohon tumbang, kapan pohon tumbang itu disingkirkan? Ya pas lewat, ngapain setelah lewat mengurusi itu. Kejadian  ketika flu burung itu kapan dipidana kapan. Kurang relevan. Meskipun sangat mungkin bisa.

Cenderung memolitisasi keadaan yang sudah berlalu dari pada asli yang terjadi. Tentu bahwa ini pun klaim sepihak, namun susah melihat kuatnya dugaan jika memang pesanan luar bukan karena perilaku dan tindakan pelanggaran sendiri. Selama ini juga tidak ada teriakan seperti itu, tiba-tiba saja begitu ada momen langsung mengeluarkan jurusnya.

Lima, nah ini, bagaimana ramai-ramai kubu oposan, oposisi ugal-ugalan mengaitkan dengan pembebasan dengan upaya pandemi. Sekelas Andi Arief pun ikut bersuara. Lagi-lagi ini politis, siapa atasan Siti Fadilah saat terkena kasus hukum. Plus bagaimana mereka sekarang ini berperilaku. Mau menumpang tenar dan mendapatkan panggung dengan kasus hukum yang pernah terjadi.

Perilaku politik, bagaimanapun Siti Fadilah adalah orang partai politik.  Susah melihatnya sebagai tindakan dokter atau akademisi. Lebih naif lag, entah mabuk atau menghayal ketika Puyuono mengaitkan dengan pembunuhan. Mana ada sih di Indonesia seheboh itu? atau Puyuono kebanyakan nonton film  Hollywood kali, sehingga daya khayalnya kejauhan.

Memangnya pernah ada tahanan meninggal tanpa kejelasan dan karena kasus yang jauh berbeda. Lha malah napi bisa bisnis kog. Ini membela pelaku korupsi untuk dibebaskan dan kemudian narasinya  berkaitan dengan poin awal-awal di atas yang mudah disanggah.

Cenderung politis, bukan kemanusiaan, virus, atau hukum. Yang membela pun, ya maaf level-level Puyuono dan Andi Arief meskipun jabatan tinggi, kualitas ya hanya segitu-segitu saja. Omongan kadang juga tidak jelas.

Suka atau tidak ini jauh berkaitan dengan unsur politik. Kemanusiaan misalnya, jauh lebih banyak orang yang lebih sepuh, lebih rentan, dan lebih berisiko, toh mereka masih harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Soal tudingan itu rekayasa atau tuduhan pembunuhan, semua ada alur untuk membuktikan itu. Berikan bukti bukan sekadar omong kosong yang malah menjadi penyakit di dalam hidup bersama.

Pembelaan dari Komnas HAM atau pihak kesehatan juga tidak ada. Artinya kemanusiaan atau kepentingan soal kesehatan mengenai kapasitasnya sebagai ahli misalnya tidak cukup relevan. Sangat mungkin semata karena klaim pribadi dan kelompok.

Hukum. Seperti dinnyatakan sendiri, tinggal beberapa saat lagi juga, sama juga bisa dijawab, sabar kan tinggal sebentar lagi. Apa bedanya coba? Itu boleh juga kan? Mosok ketika terpidana boleh, pemerintah tidak boleh.

Pakar hukum atau minimal pelaku dan pratisi hukum juga tidak cukup aktif mendorong hal itu. Bisa dimaknai ya memang proses hukum harus diselesaikan. Dispensasi tidak bisa karena tidak cukup bukti untuk bisa memberikan pembebasan lebih dini.

Malah lebih seru pernyataan-pernyataan para politikus yang arahnya sih jelas kebaca seperti apa. Jadi ada dasar yang cukup untuk melihat ini adalah upaya bernuansa politis. Lebih kental politis dari sekadar hukum atau kemanusiaan.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun