Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

SBY Gemes: Saya Tidak Pernah Memenjarakan Rakyat

10 April 2020   15:42 Diperbarui: 10 April 2020   15:48 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Tempo

Lumayan menarik, kehadiran Pak Beye dengan  apa yang dilakukannya, mau via media sosial atau langsung dalam pernyataan. Hal yang menjadi bahan guyonan, juga ada yang geram dalam era demokrasi, kemajuan tekonologi komunikasi seperti saat ini. Rekaman sangat mudah didapatkan, kadang baru sekian detik ada kesalahan, ternyata sudah ada yang menyimpan dengan tangkapan layar.

Hati-hati bermain dalam dunia media sosial dengan kecanggihan teknologi, yang relatif murah dan terjangkau lagi. Beberapa elit, ternyata cukup gagap dengan keberadaan media yang mereka gandrungi. Satu sisi mereka gegap gempita dengan media sosial seperti twiter, fb, wa, atau IG, dan mereka yang memang generasi lampau akan lupa, bahwa jejak mereka itu sangat mungkin sudah ada yang menyimpan.

Saat membaca berita Pak SBY berkomentar mengenai pemenjaraan para menebar hoax mengenai corona dan juga penghina presiden, jadi gemes ikutan mencari, ternyata Pak Beye datang sendiri ke kantor polisi. Melaporkan seorang yang mengatakan kalau Pak Beye sudah pernah menikah sebelum masuk AKABRI. Lihat, Pak Beye sendiri, lho dan itu kaitannya dengan diri pribadi sebagai SBY bukan presiden.

Jokowi, belum ada sependek ingatan datang ke polisi dan melaporkan pihak atau orang yang melakukan ini dan itu mengenai Jokowi baik pribadi, presiden, atau malah sebagai anak. Baru saja ketika ibu dari Pak Jokowi  meninggal. Betapa ngeri pernyataan di media sosial oleh orang-orang itu. Tidak ada penghormatan kepada orang tua minimal, jika tidak mau tahu kalau itu ibu dari seorang presiden.

Itu baru karena ibunya meninggal, soal Jan Ethes, wajahnya pun menjadi bahan penghinaan. Ketika dikatakan cakep ikut ibunya. Bayangkan. Apalagi mendekati dan masa kampanye. Jangan tanya. Mulai dari anak PKI, antekaseng, plonga-plongo, ini elit lagi yang bicara, tukang hutang, pembohong.

Rencana dan pembebasan serta diskon listrik tiga bulan pun menjadi bahan pelecehan, paling ngeprank, paling bohongan, dan seterusnya. Mulai dari keluarga, orang tua, anak, hingga cucu bisa menjadi bahan hinaan. Politik pun demikian, menjadi boneka Megawati, disetir Luhut, dan seterusnya. Agama juga tidak lepas menjadi bahan penghinaan.

Pelakunya bisa siapa saja, anak ibu rumah tangga, anak baru gede, termasuk juga elit. Dalam masa kampanye bolehlah, lha ini sepanjang memegang pemerintahan lho, elit termasuk di dalamnya. Media, Tempo bisa seenaknya saja membuat hal atas nama kebebasan pers. Dan ujung-ujungnya sama juga begitu-begitu saja.

Dan Jokowi termasuk anak-anaknya tidak pernah kog ke kantor polisi untuk melaporkan ini dan itu. Memang banyak yang melaporkan untuk itu. Mengapa demikian?

Relawan dan juga rakyat banyak tidak rela dengan apa yang menimpa Jokowi selaku presiden. Jarang yang berurusan dengan pribadi dan keluarga ada pelaporan. Pembeda ketika rakyat bergerak untuk membela presiden yang mereka anggap telah memberikan harapan.

Berbeda dengan Pak Beye yang berjarak dengan rakyat. Lihat pola pendekatan kepada rakyat, berjarak, karena militer, jenderal lagi, memang ada hirarkhi demikian. Presiden itu   penguasa, feodalisme masih terbawa. Itu yang membuat orang tidak merasa ikut terlukai ketika SBY ada yang menghina.

Toh  tidak sebanyak dan semasif era Jokowi penghinaan yang ada. Palingan juga kerbau yang ditulisi SBY, presiden banyakan nyanyi, lamban, dan itu semua ya sebats olok-olokan dan tidak masif dan kemudian terus menerus. Jika dihitung hampir enak tahun Jokowi dengan 10 tahun plus usai tidak menjabat SBY lho, tidak ada apa-apanya.

Kapan netizen atau elit menyinggung anak-anak atau cucu SBY, sama sekali tidak pernah. Tentu bukan mau membela Jokowi dan meremehkan SBY, ini hanya mencoba melihat seimbang dari dua presiden ini dan yang mereka hadapi.

Mengapa kepada Jokowi demikian masif dan tidak kepada SBY?

Jokowi bukan elit negeri ini. Anak orang biasa, pelaku politik sangat biasa, dan juga cara pendekatan kepada warga juga sangat biasa. Dengan demikian, elit bisa seenaknya merendahkan, yang di bawahnya pun iri dan tidak takut untuk ikut menghina. Konteks budaya kita lihat, ah mana mungkin kamu bisa, atau dalam ranah spiritual mengatakan mana ada nabi dihormati di daerah asalnya.

Menghadapi Pak Beye, siapa yang berani coba. Tentara, jenderal, kalem, alim, dan duduk di atas seperti itu. Konsekuensi juga tidak ada "pembela" yang setara. Yang terjadi, kalau ada tudingan ke SBY juga tinggal hadapi sendiri.

Jokowi sebagai orang biasa tahu dan biasa dengan penghinaan seperti itu. Fokus pada  kinerja, sehingga tidak peduli dengan kata orang. Nah ini menjadi masalah. Orang menjadi ngelunjak. Meras tidak apa-apa ya sudah terus saja terjadi.

Kondisi politik juga berbeda. Apa yang dipilih Pak Jokowi itu sangat menyulitkan elit dan kalangan yang biasa berpesta pora. Mereka ini melakukan sendiri juga ngompori banyak orang untuk ikut terlibat. Apa yang ada ini tidak dihadapi Pak Beye. Pun soal politik. Semboyan seribu kawan kurang dan satu lawan berlebih sangat mendukung iklim pembenci diam karena bisa saja kenyang, atau malah asyik pesta.

Apa yang Pak Beye nyatakan itu hanya sebentuk gemes, mengapa Jokowi kog bisa, tahan lagi. Kupingku saja gatel dan panas begitu mungkin. Dan ini adalah sebuah pilihan dan sudahlah Pak Beye, jadilah negarawan, bapak bangsa, tidak usah menglaim capaian yang sudah diketahui dengan gamblang kog.

Prestasi itu ditimbun dengan maaf kotoran sebanyak apapun akan terlihat kog. Pun jika itu bangkai disimpan serapi dan serapat apapun akan tercium dan ketahuan. Jangan lupa ini era modern, rekam jejak itu sangat mudah diketemukan. Mau gambar, pernyataan, atau apapun bentuknya, gampang saja.

Terima kasih dan salam

Sumber: Liputan 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun