Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ali Mustofa, Cita-cita Uskup dan "Mantan" Pastor Menjadi Perbincangan

12 Maret 2020   20:08 Diperbarui: 13 Maret 2020   06:08 2363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: katoliknews.com

Ketiga, lagi-lagi mendasar, kekacauan istilah Katolik dan Protestan yang tidak diketahui dengan baik, bahkan jelas tidak paham perbedaan istilah kecil, mempertontonkan hanya mencari istilah dari internet digabung-gabungkan. Dan kemudian poin kedua juga berlaku. Toh pembacanya tidak akan melakukan cek dan ricek kebenarannya.

Keempat, bayaran atau gaji pastor hingga ratusan juta. Lha dalah, lah seminggu gereja yang ada di kota sedang saja 40 juta sudah berat. 

Itu untuk operasional, gaji karyawan, listrik, pemeliharaan gedung, dan banyak tetek bengek, itu masih kurang. Kog ratusan juta untuk gaji pastor. Hiii...hiii...kalau begitu semua maulah jadi pastor dan tidak akan ada yang keluar atau stres untuk membangun gereja.

Kelima. Pastor Katolik dan  pendeta itu tidak ada kaitan, apalagi atasan dan ana buah, bisa mengatur-atur. Paling ketemu dalam sebuah komunikasi gereja di seputaran kota yang sama. 

Mana bisa mengatur ini dan itu, apalagi karena gaji yang lebih gede. Berbeda pastor dalam gereja Kristen dan itu kelihatannya malah bawahan atau jenjang karir ke pendeta, ada di bawah pendeta.  (ini tidak yakin, toh tidak ada kaitan dengan artikel secara umum?

Keenam. Pastor, imam, rama itu enggan kalau ada isu menjadi uskup mengapa? Karena ngeri tanggung jawab dan kinerjanya. Dan hampir tidak ada yang obsesi menjadi uskup atau jabatan yang sangat berat itu.

Ketujuh, bahkan ada tarekat yang bahkan melarang pastornya memiliki pemikiran liar menjadi uskup. Tugas dan penunjukkan dari Vatikan harus dilaporkan kepada pemimpin tinggi dan tertinggi untuk memberikan jaminan bahwa itu bukan keinginan personal namun benar penugasan dan pemilihan dari tahta suci.

Kedelapan, sikap resmi Gereja Katolik akan membiarkan dan mereka sangat nyaman melakukan lagi dan lagi. Toh saya juga setuju KWI atau uskup tidak perlu melakukan bantahan, tidak ada gunanya. Bukan kapasitasnya untuk menjawab model demikian. Biarkan saja.

Kesembilan. Paling lucu dan maaf tolol, ketika ia mengaku pastor dan bapaknya bercita-cita anaknya menjadi uskup, pendidikannya di STT yang dikelola bapaknya. 

Nah jika Sekolah Tinggi Teologi untuk menjadi pastor dan mungkin bisa menjadi uskup itu tidak ada yang dikelola bapak-bapak. Pasti diasuh oleh pastor, dan itu tidak ada yang punya anak.

Istilah atau namanya juga bukan STT tetapi STFT atau Fakutas Teologi, atau STF, ini kembali soal peristilahan yang tidak akan dicek kebenarannya oleh pembaca, pendengarnya. Namun memberikan bukti bagaimana aksinya itu amatiran, coba minta tolong saya dulu, sehingga tidak memalukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun