Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fahira Idris dan Dugaan Hoax Corona, IRT di Surabaya Ditangkap

11 Maret 2020   20:09 Diperbarui: 11 Maret 2020   20:17 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemberitaan dan pembicaraan corona seolah menjadi bagian utama hari-hari ini. Salah satu yang  membuat tidak nyaman bukannya sakitnya itu, namun pembahasan yang tidak semestinya. Ada yang hoax, namun tidak jarang juga yang karena memang tidak paham namun sok tahu. Miris.

Era media sosial, orang jadi cenderung untuk tenar, viral,  dan kadang jatuh pada asal sebar tanpa melihat-lihat dulu. Kadang masih cukup beruntung kalau tidak menjadi urusan penegak hukum. UU ITE  sering terabaikan, demi tenar yang tidak seberapa. Padahal sangat mudah, ketik saja di google, melihat sudah ada belum dalam media arus utama.

Memang, belum tentu media besar lolos dari kesalahan, namun paling tidak bukan menjadi yang pertama di dalam menyebarkan hoax itu penting. Hukumannya lebih ringanlah. Kadar kesalahannya masih lebih kecil. Padahal secara esensi sama.

Soal hoax, berita sesat, bahkan berita salah atau fitnah kini bukan mkilik elit atau awam saja. Semua bisa menjadi penganut pokok sebar. Tidak mengenal elit atau ekonomi sulit, mau pejabat atau rakyat jelata. Semua potensi salah dan sesat.

Menarik apa yang berkaitan dengan corona ini adalah dua pelaku dengan dua kisah yang berbeda. Ibu rumah tangga di Surabaya dalam pemberitaan ditangkap polisi. Ditangkap, ingat ditangkap. Cek dalam semua pemberitaan menggunakan kata ditangkap.

Ibu ini menyebarkan bahwa di Surabaya telah ada pasien pengidap corona. Polisi langsung melakukan penangkapan. Tidak ada ungkapan ngeles, merasa tidak bersalah, atau memiliki kekebalan. 

Lha iya, memangnya jawara kebal bacok atau imun terhadap campak kalau sudah imunisasi itu pas bayi. Sepertinya si ibu tahu diri dan tidak banyak ulah. Pas ada konpres, juga menunduk, tidak melotot apalagi mau menuntut sini dan situ.

Padahal dengan konteks yang mirip, panggilan polisi masih bisa diupayakan sesuai  dengan kepentingannya. Intinya jangan sampai membahayakan diri dan kedudukannya. Maka sudah dihapus. Lupa bahwa media sosial itu merekam dan cepat menyebar.

Ketika sadar, bahwa masih ada rekam dan jejaknya mengaku ada kekebalan. Dan mau melaporkan balik yang telah membawa ke kepolisian. Pokoknya masih merasa baik-baik saja. Tidak ada sikap yang memberikan gambaran telah memberikan ciutan yang tidak semestinya.

Kedatangannya ke kepolisian pun bukan waktu yang lazim, sudah telat sehari lagi. Tidak ada pemberitaan yang menggunakan kata ditangkap lagi. Beda ya dengan IRT yang di Surabaya. Akhirnya meminta maaf jika telah membuat gaduh. Lah ujungnya enak kan.

Dua kisah yang berawal yang identik, berproses dan berujung sangat bertolak belakang. Beberapa hal layak dilihat lebih dalam:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun