Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kala Anies "Merebus" Dirinya Pelan-pelan

10 Desember 2019   19:06 Diperbarui: 10 Desember 2019   19:03 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kala Anies Merebus Dirinya Pelan-pelan

Sering orang menganalogikan politik Jokowi itu merebus katak pelan-pelan. Si katak nyaman karena air hangat dan ketika sudah panas, ia kehabisan daya untuk melompat dan mati. Memang bisa diterima nalar karena pola pendekatannya memang demikian selama ini. Selalu diam melihat perilaku anak buah atau rival politiknya, dan tiba-tiba ada aksi yang membuat si pribadi tersebut tersudut dan selesai.

Aanies cukup berbeda, kalau ia memang dibiarkan leluasa oleh Jokowi, usai jadi menteri dan diganti, satu ucapanpun Jokowi tidak mengatakan apa-apa mengenai Anies, termasuk Jakarta yang banyak dinilai mundur, dan itu memang bukan ranah Jokowi juga.

Namun perilaku Anies yang malah seolah menyamankan diri dan nantinya kehabisan daya untuk keluar dari penggodokannya. Beberapa hal bisa dilihat.

Terbaru tentu soal TGUPP yang dipersoalkan dewan dan hanya ada 50 anggota yang disetujui dari 73 anggota. Ia menilai bahwa karena banyaknya kritikan berarti sukses dan banyak penghambat. Apakah demikian?

Ternyata anggaran besar TGUPP tidak sebanding dengan hasil kinerja gubernur dan pemerintahan daerah. Lihat saja bagaimana bongkar pasang yang sudah ada, sedangkan masalah krusial juga relatif banyak namun tidak tersentuh.

Ia jelas tahu keberadaan TGUPP jelas tidak produktif, dan ia mau membangun opini bahwa kritikan yang ada karena kinerjanya yang moncer dan ia juga tahu kog, tidak demikian. Ia tahu kalau salah dan upaya memperbaiki tidak ada, dan  malah menikmati permainannya.

Saat ada reunian 212, ia datang, dan membuat pernyataan yang berbeda 180O  dari penilaian publik selama ini. Ia merasa nyaman dan gagah sebagai gubernur Indonesia yang digembar-gemborkan para alumni. Ia merasa baik-baik saja, padahal tensi air makin tinggi.

Para pendengung suara gubernur Indonesia juga bersuka cita di dalam air yang hangat itu, sama enaknya ngopi di sore girimis. Dan melenakan.

Mengenai presiden kejebak macet, ia mengatakan karena pelayat seorang tokoh nasional. Jelas itu logis, namun tidak pada tempatnya. Faktanya kemacetan itu sesuatu yang rutin, sedangkan kematian tokoh itu belum tentu sebulan sekali. Mosok ia tidak tahu, jelas bukan tidak tahu, namun ia lagi-lagi membuat nyaman para potensial pendukungnya.

Paling menyolok jelas soal anggaran yang begitu ugal-ugalan itu. Bagaimana ia menyerang bak babi buta pada sistem, pada pemerintahan sebelumnya, dan banyak lain semburan dan ia merasa baik-baik saja. Tidak ada yang salah pada dirinya, kesalahan itu ada pada pihak luar.  Ia selalu baik dan benar.

Bahasa halus dan kata-kata seolah indah yang memesona itu kini bukan melenakan pihak yang ada di luar, namun justru melenakan Anies Baswedan sendiri. Kalau dalam falsafah Jawa ada yang namanya, kebak sundukane. Sate itu kalau tusuk satenya sudah penuh akan jatuh potongan dagingnya.

Nah banyak hal yang Anies lepas dari perhatiannya karena asyik dengan air hangatnya.

Soal wagub. Posisi wakil gubernur yang  kosong sekian lama. Soal yang serius namun ia abai akan itu, dan rakyat pemilih akan melihat serta menilai untuk memilihnya lagi. Ingat kemenangan yang lalu peran Sandi dan permainan politiknya yang sudah usang.

Ketiadaan parpol yang akan mendukungnya. Ia abai menjalin komunikasi yang mendalam, selain hanya menempatkan banyak kaki secara serampangan pada setiap partai politik yang mungkin. Nasdem  mungkin menjadi harapannya, pun ada PKS, kalau Gerindra relatif sulit saat ini bisa menjadi kendaraannya.

Ini posisi yang krusial namun abai dipersiapkan dengan baik oleh Anies. Ia asyik dengan dunianya sendiri, termasuk untuk membangun kota yang jelas tidak ada hasil yang signifikan itu.

Pendekatannya selama ini masih yang sama itu-itu saja. Isu Palestina dengan syal yang ia kenakan, berdekatan dengan generasi Monas. Dan harusnya ia paham dan tahu bahwa politik itu telah gagal digunakan dalam pilpres lalu. Jakarta gagal memberikan kemenangan bagi Prabowo-Sandi.

Konteks 2017 berbeda dengan 2022 ketika ia pasti maju lagi. Rival yang berbeda, kisah yang melingkupi juga berbeda, dan dinamikanya sudah lain. PAN sudah sadar kalau soal surga dan neraka tidak lagi jualan manis dan seksi, susah ke depan menjual hal yang itu-itu saja.

Melihat Anies tidak banyak kesempatan, ia abai mempersiapkan diriuntuk 22 dulu dari pada bicara terlalu jauh 2024. Jika ia kehilangan DKI, jangan harap bisa naik level. Peta polittik sudah sangat berubah dan berbeda.

Panggung itu pilkada DKI yang sangat mungkin sudah akan sepi ketika ibukota benar-benar akan pindah. Apalagi yang menarik dari Jakarta jika demikian? Panggung lepas apalagi pendukung ya begitu-begitu saja.

Padahal kini adalah era kinerja dan prestasi, bukan semata narasi dan kata-kata indah. Rekaman yang berisik lebih jelas terdengar, dan itu sudah bukan lagi eranya. Jika terus-terusan demikian, jangan kaget Anies akan mengapung di air mendidih yang ia nyalakan sendiri kompornya. eLeSHa.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun