Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Keteladanan Revolusi Mental Kepemimpinan Jokowi Belum Menyentuh Pimda Ini

28 Juli 2019   08:59 Diperbarui: 28 Juli 2019   13:13 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penjajah yang sejatinya di Eropa juga level begundal, jadi di sini hendak membusungkan dada sebagai orang hebat, dan sukses besar karena tabiat kita sendiri tidak seberani dan setegas yang ada. Habibat baik untuk tumbuh kembangnya budaya menekan dan menakut-nakuti.

Orde Baru yang sangat identik dengan ala Belanda, birokrasi berbelit, penghormatan pada kekuasaan dan kekuatan secara berlebihan, menciptakan jarak pemimpin dan anak buah serta rakyat, dan itu banyak orang nyaman.

Orang berseragam bisa sangat otoriter, baik militer, polisi, ASN, apapun berseragam itu lebih di dalam hidup bersama sebagai bangsa. Dan itu ada 30 tahun lebih. Sangat bisa dibayangkan betapa amruknya mental banyak orang, namun juga melonjaknya beberapaa pihak dengan kekuasaan yang didapat dengan suap, kolusi, uang, dan banyak cara buruk lainnya.

Penghargaan itu prestasi, bukan kursi, kekayaan, dan pangkat. Sayang masih banyak orang memiliki keyakinan kalau materi dan kekuasaan yang menjadi incaran dan dengan itu gila hormat. Tidak heran seperti Bupati Kudus, baru saja menjabat masuk bui lagi, karena toh dulunya juga sudah dibui dengan kasus yang sama. Prestasi tidak ada namun bisa membeli keyakinan orang.

Arogansi lahir karena miskin prestasi dan mau menyatakan diri sebagai orang yang hebat. Ketika kekuasaan yang ia miliki diintervensi oleh pihak lain, meradang, ngamuk, dan menunjukkan kekuasaan, ajudan, pengawal, namun apakah ada solusi spontan yang bisa diberikan? Akan nol, karena jabatan itu kekuasaan, bukan pengabdian dan pelayanan.

Revolusi mental masih sebatas cita-cita, memang tidak bisa disangkal, telah banyak pejabat dan lembaga yang berubah dan bebenah. Sering juga dijumpai pimpinan merakyat dan berpikir sepenuhnya demi pembangunan daerah masing-masing. Ada bisa disebut Risma, Jokowi, Ahok, dan banyak lagi, namun toh masih juga dengan mudah didengar kalimat dan kata, gagasan, ide kepemimpinan kuno.

Kasihan sebenarnya kakyat era android pejabat masih berkutat pada pentium, atau bahkan masih ada yang under dos jangan-jangan. Ini soal pola pikir dan tabiat yang harus diubah dengan segera.

Partai politik harus menjadi motor perubahan. Susahnya kaderisasi dan kepengurusan partai politik pun masih soal uang dan uang yang berbicara. Susah beranjak jika demikian terus.

Masyarakat harus diajak melek bahwa dunia sudah berubah jauh, pesat, dan luar biasa, jangan lagi percaya dengan calon pemimpin yang datang haya dengan uang, karena akan mencari balikan modal dalam kekuasaan yang ia emban. Jangan dikemas dengan bahasa indah pelayanan dan pengabdian jika awalannya adalah uang dan pembelian suara.

Penegakan hukum, baik hukum positif, hukum sosial, dan jelas tidak lagi memilih pemimpin arogan dan berjarak.  Jadi ingat bagaimana Ahok sangat arogan itu pada lembaga yang menghalangi langkah progrosifnya, lha ini pada rakyatnya yang mau menyatakan pendapat, dan mirisnya itu apa yang pejabat tahu sendiri bahwa kondisi tidak baik, namun diam saja.

Termasuk dalam hal ini pelaku korupsi, terorisme, penyalahgunaan nafsa, namun bisa membeli pemilih, ini sangat parah dan fatal. Apa iya bangsa ini selalu berkutat pada model yang demikian terus?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun