Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pusat BPN ke Jawa Tengah, Strategi "Bakar Rumah" dan Puputan

12 Desember 2018   09:14 Diperbarui: 12 Desember 2018   09:19 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Militer tentu kenyang akan taktik, strategi, dan intrik untuk merebut kemenangan. Kemenangan dalam peperangan dan pertempuran tentu, bukan dalam ranah politik. Cukup susah melihat sistem berpolitik koalisi ini, ketika strategi militer diterapkan dalam "operasi" politik seperti ini. Ketakutan memang bisa eksis, namun dengan banyak catatan.

Kali ini, mau memasuki "kandang" rival untuk meraih suara yang signifikan. Tahu diri untuk tidak menang memang, namun hendak memberi "tekanan" psikologis semata. Target 40% jelas hanya utopia, untuk meyakinkan tim pemenangan jika yang paling dalam dan sulit saja bisa dan berani kita "invasi" apalagi darah lain.

Beberapa hal sebagai faktor penguat dan pendukung keyakinan tersebut. Boleh-boleh saja karena toh namanya politik bukan matematik. Hitung-hitungan ngawur belum tentu hasilnya ngawur juga.

Suara pilkada lalu, kemenangan Ganjar-Yasin yang tidak terlalu lebar jurang pemisahnya. Mereka menilai pilkada dan pilpres bisa sama dan segaris dengan hasil itu, padahal berbeda kasus dan banyak hal yang jadi pembeda.

Masih perlu lebih cermat, siapa pemilih fanatis Said dan siapa yang mendukung Ida, ini menjadi penting karena keberadaan pasangan itu kini berbeda kubu. Nah di sinilah peran klaim dan potensi menggerus suara itu baru bisa menemukan pendekatan yang paling realistis.

Kali ini bicara soal Jokowi, pribadi Solo dan jelas rekam jejak, reputasi, dan prestasinya. Susah memikirkan Jawa Tengah tidak bangga memiliki putera menjadi presiden, ingat ini bukan soal primordial, namun soal tetap masih kuat orang berpikir soal kedekatan emosional dan asal-usul. Belum ada alasan yang menurunkan nama baik Jokowi di Jawa Tengah.

Ganjar dalam pilkada lalu, tidak setinggi kemungkinan dipilih sebagaimana Jokowi. Isu mengenai korupsi KTP-el, tetap tidak bisa dilepaskan dengan begitu saja. Belum lagi mengenai prestasinya juga tidak semoncer capaian Jokowi. Ya begini-begini saja Jawa Tengah. Sangat berbeda dengan capaian Jokowi.

Beberapa TPS menghasilkan nol besar bagi pasangan Said-Ida, ini jelas memberikan peringatan besar bagi capres yang sama dengan mereka. Ada Ida pun nol, apalagi ditingkahi dengan tampang Boyolali lagi, akan tambah banyak TPS nirsuara nantinya.

Jawa Tengah itu memang kandang banteng, dan bisa saja tidak respek kepada si banteng, namun nama Jokowi masih lebih menjual, bukan sekadar partai di sini. Belum lagi partai-partai lain yang jauh lebih mendukung dari pada kubu rival.

Pernyataan bakar rumahnya dan rampok isinya, jelas dalam militer itu masih bisa ditolerir, namun apakah demikian dalam politik? Susah juga berbicara etis, ketika fasis lebih mengemuka. Jauh lebih meyakinkan ini yang hendak dicapai dengan pemindahan pusat BPN di Jawa Tengah.  Hanya perang urat syaraf yang tidak berarti banyak.

Puputan atau mau habis-habisan, sudah tidak ada lagi harapan. Logistik mentok, upaya banyak yang lagi-lagi membentur tembok, serangan terakhir frontal, menang atau melayang jelas akan ditentukan di sini. Serbuan terakhir yang bisa saja mati konyol, atau kalau rival tidak siap ya akan menang. Namun sangat sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun