Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Simalakama Polri dalam Kisah Dahnil Simanjuntak

27 November 2018   10:19 Diperbarui: 27 November 2018   14:18 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Polri serba salah juga menghadapi keberadaan kemungkinan adanya kasus dalam kemah pemuda setahun lalu ini. Ada  beberapa hal yang membuat menjadi pelik dan rumit karena menyangkut elit politik, dan arah yang berbeda dari para pelaku dan penegak hukum di sana.

Acara yang diinisiasi oleh Kemenpora dengan tujuan awal baik dan mulia di dalam menyikapi pafam radilkal, dikotomi politis yang makin mengerucut, dan jelas mengenai fenomena hoax. Namun ujungnya malah akan cenderung  politis seperti ini.

Kisah ini makin susah ketika ada dua kubu  yang berseberangan. Kisahnya pun bertolak belakang   akan potensi adanya dugaan pelanggaran hukum. Makin susah karena lagi-lagi pilihan politik yang berseberangan pula. Insiator pun demikian.

PP Muhamadiyah pun sedang mengadakan suksesi kepemimpinan, jadi bisa siapa saja, bisa ke mana-mana. Mirisnya ketika Jokowi dibawa-bawa. Ini sudah agak melebar. Sah-sah saja sih di dunia politik yang demikian, namun apakah signifikan?

Polisi memiliki posisi strategis untuk menjadikan ini sebagai momentum bebenah dan menampilkan wajah penegak hukum sejati, yang netral, tidak takut akan tudingan sumir, dan tegas dan hukum itu tidak pandang bulu.

Pilihan tegas pada penebar hoax, pemfitnah, dan ujaran kebencian telah terbukti, tudingan macam-macam tetap ada, polisi juga maju dengan sikapnya. Meskipun dalam kondisi dan peristiwa tertentu masih belum berani.

Pemanggilan dengan adanya kemungkinan fakta perbedaan laporan, saksi lagi, sebenarnya hal yang normal. Mengapa Dahnilharus menyeret Jokowi segala? Ingat Pak JK, wapres aktif,  Pak Boed, wapres era lalu, sering juga dipanggil KPK menjadi saksi, toh beliau berdua juga hadir dan memenuhi panggilan tanpa "menggigit" pihak lain.

Proses awal yang normal menjadi besar karena posisi tahun politik, posisi sebagai juru bicara yang sangat seksi dengan potensi menjual "politik korban" dengan pernyataannya yang ini adalah konsekuensi atas kritikan pada pemerintah. Jika mau jernih adalah datang, klarifikasi, dan kemudian tunjukkan bukti di mana kebenaran itu. Bukan hanya katanya, katanya, dan kemudian melebar ke mana-mana.

Cukup lucu ketika generasi muda, namun ternyata pola pikirnya tua, tidak berbeda dengan generasi Anas, Andi, apalagi sesepuh macam  Akil dan generasiny yang ngeles seperti bajaj dan ujung-ujungnya juga kena bui KPK. Pola kakek dan bapak digunakan generasi muda. Miris.

Posisi polisi menjadi penting untuk membuktikan ini adalah murni kasus hukum, adanya kerugian negara, tanpa rekayasa. Jika pelaporan itu rekayasa buktikan juga dan bukan karena takut ancaman dan tudingan macam-macam. Jauh lebih penting nama baik polisi daripada sekadar politis dan politikus yang teriak-teriak tidak menambah baik keadaan.

Keberadaan polisi yang sering dituding berseberangan dengan apa yang didukung Dahnil memang membuat serba tidak mudah. Apa yang disampaikan akan dianggap sebagai "serangan" politis, padahal itu hanya asumsi dan perlu pembuktian biar jelas, tidak seperti kasus RS yang malah saling sandera dan polisi pun kena imbasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun