Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hanum Rais Lebay dan Tompi Santai, Ada Apa?

28 Oktober 2018   05:00 Diperbarui: 28 Oktober 2018   05:02 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih cukup panas dan menarik apa yang terjadi para Ratna Sarumpaet, meskipun kepolisian hendak dihajar dengan isu lewat khabar kapolri yang dituding menerima aliran dana korupsi, hingga pembakaran bendera kala upacara peringatan Hari Santri Nasional, toh mengenai RS masih cukup hangat dan menarik perhatian. Dalam pusaran itu menarik saat dua dokter pada posisi yang berseberangan.

Mereka berdua sebenarnya berangkat dari keprihatinan yang sama, merasa tidak nyaman karena adanya kekerasan terhadap perempuan tua lagi, sama-sama simpati. Namun makin jelas pada akhirnya jauh berbeda dan bertolak belakang.

Menarik justru mencoba melihat apa yang disajikan Tompi terlebih dahulu, bagaimana ia yang berprofesi sebagai seorang dokter spesialis bedah plastik, tentu lebih memahami mengenai luka dan apa itu operasi plastik.

Menyedihkan atau miris, ketika orang yang tahu dengan baik, profesional malah dituduh kedokteran masuknya nyogok, dokter abal-abal, dokter hasil revolusimental, ada apa ini coba, ketika menyangkut orang bukan politik melebar ke pemerintah yang memang memiliki program RM itu?

Tompi menjawab mereka itu fokus pada apa yang memang menjadi ranah tanggung jawab dalam batasan ranah etis yang berbicara soal moral. Ia tidak berlebihan membawa-bawa pada lingkup agama dengan istilah-istilah suci, membawa dalam konteks politik, dan menyeret-nyeret dengan berbagai dalih dan dalil.

Ternyata kalau mau sedikits aja keras keras dan kerja cerdas, ketemu dengan banyak artikel yang membuat makin cerdas. Dengan gampang kog menemukan bahasan bagaimana luka dan lebam karena benda tumpul, pukulan misalnya, apalagi bertubi-tubi sebagaimana kata Hanum Rais.  Dalam artikel tersebut juga disebutkan apakah tubuh yang terbentur, atau diam namun mendapatkan pukulan. Jelas bukan arahnya?

Apalagi jika itu adalah hasil oplas, berarti akibat benda tajam. Sangat jauh berbeda dan hasilnya jelas lain sama sekali. Lebam tanpa adanya perubahan warna kulit membiru kehitaman itu karena benda tumpul atau  tajam, hayo mosok dokter tidak tahu sih?

Pilihan dan sikap Tompi juga tidak kemudian menuding RS sebagai pelaku kebohongan, padahal ia sejatinya, pada awalnya menerima itu sebagai bentuk kebiadaban, pun ia tidak menyalahkan oplasnya, namun kisah yang mengikuti itu yang ia tidak setujui. Apa yang ia bahas masih dalam koridor apa yang ia geluti sebagai seorang dokter yang khusus bedah plastik, jadi soal luka dan akibat atas penanganan "permak" wajah tentu ia paham dengan baik.

Kembali melihat apa yang dilakukan koleganya dalam dunia kedokteran yang sama beda spesialisasi dan kekhususan, perempuan ini dokter gigi, awal yang sama simpati kepada "penderitaan" si nenek, namun sudah ada ungkapan lebay, soal menyamakan dengan Cut Nyak Dien dan ada nama lain yang katanya menderima kekerasan dalam diri Neno. Ini mungkin soal penolakan di mana-mana. Makin lemah alibi yang mengatakan ia tidak tahu kebenarannya dan menuding RS sebagai pembohong, menjadikan mereka korban atas kebohongan RS.

Mendengar pengakuan RS, Tompi tidak bereaksi secara berlebihan, padahal seharusnya jauh lebih marah ia yang sudah dituding macam-macam oleh Zon dan kawan-kawan, namun malah tetap fokus pada apa yang memang menjadi keahlian dan tugasnya. Hanum malah mengaitkan dengan agama dan menyitir kata-kata religius, ada apa ini?

Kedua dokter membuat pernyataan yang sama, yaitu sama-sama prihatin ketika spontan melihat itu. Berbeda karena Tompi hanya melihat photo dari media sosial yang ia terima, Hanum menerima pengakuan, yang diistilahkan dengan bahasa khusus yaitu dalam bahasa Arab, apa ini tidak ada keinginan atau maksud lain?

Ketika RS mengaku dan mengadakan klarifikasi, ungkapan khas agama dan lagi-lagi bahasa Arab menjadi tanya yang lebih bernuansa politis, jika berkaitan dengan iklim berpolitik saat ini. respon yang cukup berbeda dengan sikap Tompi yang tidak menuduh siapa-siapa, baik RS ataupun  para politikus yang mengatakan ia dengan luar biasa, padahal jelas ia yang benar.

Mengapa mengaitkan kisah RS dengan nama pahlawan perempuan yang gagah perkasa itu? Padahal jika memang benar-benar dianiaya, tanpa menyenggol Cut Nyak Dien pun orang sudah trenyuh, simpati mengalir kog, malah justru makin memperlihatkan ada apa-apanya di sana. Lihat sikap Tompi yang lepas kepentingan, ia bisa saja sebenarnya mencatut nama ahli bedah siapa begitu, toh tidak dilakukan karena ia yakin akan kebenarannya.

Hanum juga terlihat lemah ketika menggunakan istilah-itilah yang seolah-olah agamis dalam kata bahasa Arab. Mengapa? Mau menarik simpati dari kalangan tertentu, memberikan gambaran soal pelaku (awal ketika masih diyakini sebagai penganiaayaan) adalah biadab, memusuhi agama tertentu, berhadapan dengan RS dan Hanum dan kawan-kawan sebagai korban padahal agama tertentu. Ada indikasi membenturkan agama, dan lagi-lagi sangat lemah.

Kebenaran pun sudah terungkap dan Tompi benar, namun tidak ada penyesalan dari Hanum dan kawan-kawan, malah kecenderungan menuding bahwa RS sebagai pelaku kebohongan dan mereka korban. Aneh bukan? Harusnya yang menuding demikian adalah Tompi, namun mengapa malah Hanum yang sama sekali tidak menerima tudingan, hujatan, dan tuduhan yang tidak berdasar itu?

Beberapa hal yang membedakan dua dokter yang satu berkepentingan politis dan pihak yang lain benar-benar profesional sebagai seorang dokter, menjunjung etika profesi, dan memberikan bukti kebenaran yang satu unsur obeyktif lebih dominan, satunya lebih bersifat kepentingan pribadi dan kelompok.

Berkaitan dengan pilpres dan pileg, di mana Hanum berdiri, memilih, dan menyatakan dukungan, apa yang bisa dipelajari?

Pola habis manis sepah dibuang jauh lebih dominan dalam kelompok Hanum dan kawan-kawan, siapakah mereka? Jelas dan tidak perlu dipaparkan lagi bukan? Model sangat kejam perilaku demikian. Bagaimana jika memimpin negara politikus macam itu? Memanipulasi kebenaran dan kepalsuan dengan ringan, susah memberikan kepercayaan kepada mereka.

Pola enak adalah teman, nyesak adalah musuh, apa iya model demikian mau dipercaya menjadi pemimpin. Masih juga percaya pada orang-orang yang tega pada orang yang pernah dianggap teman, sahabat, dan seperjuangan namun dicampakan begitu saja ketika merugikan? Mana ada yang pernah menjenguk RS, pembelaan pada Hanum pun sepi, padahal tuntutan untuk diajukan ke dewan etik persatuannya profesinya telah berjalan.

Fokus koalisi ini hanya menebar kebohongan dan cara bertahan jika ketahuan, kemudian mengais-kais lagi kebohongan yang baru agar eksis. Soal rekan seperjuangan yang jauth karena menciptakan kebohongan sebelumnya, tidak menjadi perhatian lagi.  Perilaku keji dan kejam sekaligus. Apa iya pemerintahan mau dibangun dengan penuh kebohongan dan kepalsuan. Penderitaan yang dipakai untuk menaikan pamor segelintir elit lagi.

Menglaim dan menyama-nyamakan diri dengan orang yang lebih baik, besar, tenar, jelas mempertontonkan diri sebagai pelaku minder akut. Ada Sukarno, Hatta, Cut Nyak Dien, namun itu hanya bungkus, baju, pakaian, bukan pribadi dan kualitas pribadi.

Apa iya pemimpin nasional masih usia kanak-kanak yang sedang mencari-cari jati diri begitu? Jelas tidak perlu dipilih karena memang mereka menampilkan diri sebagai pribadi yang tidak pantas untuk dipilih.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun