Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo dan Kisah Raksasa di Sungai

26 Maret 2018   05:20 Diperbarui: 26 Maret 2018   05:53 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo dan kisah raksasa di sungai, pernyataan Prabowo yang tidak ada angin tidak ada badai soal kehancuran negara di tahun 2030 cukup membuat gegap gempita. Dalam sebuah buku renungan, dikisahkan, ada seorang imam yang sedang berdoa. 

Karena anak-anak berisik dan sangat bising, ia hardik anak-anak itu dan menyatakan kalau di sungai tepi kampung sana sedang ada raksasa muncul, sebaiknya anak-anak ke sana. Raksasa itu bisa menyemburkan api dari hidungnya, menerangkan. 

Tiba-tiba seluruh kampung tua muka, laki perempuan, anak-anak apalagi, sambil berteriak-teriak, ada raksasa menyemburkan api di sungai. Ada raksasa di sungai, hiruk pikuk dan berebut paling depan. Aking serunya suara itu, ia ikut serta berlari dan berteriak enam kilo meter dengan suara sama nyaring dengan anak-anak dan orang-orang itu. 

Di tengah jalan, lho itu kan rekaanku, siapa tahu benar ada....gumamnya. Hitler pernah mengatakan kalau, berita salah, berita bohong, atau hal yang tidak nyata namun diulang-ulang, orang akan bingung, mana yang benar dan mana yang tidak. Imam di atas memang yang mengatakan dengan jelas sebuah kebohongan, namun ketika banyak orang yang percaya, ia pun ikut kacau pikirannya. 

Di dalam hidup berbangsa kita, sering orang menyatakan ini dan itu. Pengulangan yang mau mengubah persepsi massa. Contoh paling gampang dan sering terdengar soal korupsi. Korupsi itu karena gaji kecil, korupsi itu karena untuk memperlancar jalannya pembangunan, tidak ada yang dirugikan oleh koruptor, rakyat yang mana yang dirugikan, dan sebagainya. 

Tidak heran ketika pelaku korupsi menjadi-jadi dan merasa tidak salah. Melibatkan Tuhan segala dalam menyembunyikan kejahatannya. Itu uang atau rezeki dari Tuhan yang tidak layak ditolak. 

Menolak berarti berdosa karena rezeki dari Tuhan. Lha dalah, koplak-koplak, indah nian kalimatnya, makelar surga keblinger, wong suap yang jelas mengurangi anggaran untuk membangun kog rezeki. Atau pejabat lain demi membela koleganya mengatakan gaji pejabat itu kecil, makanya korupsi. Tahu tidak untuk menjadi pejabat itu perlu dana luar biasa besar. 

Logis tidak kalau modal besar dapat kecil, namun berebut, ada apa di sana? Jelas bancaan tak terbatas. Nah karena malu etahuan ide pekoknya, ditutupi dengan ka itu uang transportasi, uang ucapan terima kasih untuk peserta kampanye. Gundulmu peank, kampanye datang sendiri kog dibayar. Bayangkan apakah lapangan akan sepi jika kampanye tidak dibayar? Jelas lebih ramai kuburan paling, wong juga tahu kog mereka hanya pengibul. 

Hal yang sama dilakukan iblis dan agennya ketika staf pemasaran mereka menggoda anak kecil untuk nyolong. Pertama kali nyolong anak ini akan ketakutan. Ketakutan ketahuan, ketakutan nanti dimarahi Tuhan, takut kalau dimarahi ibu, biasanya nyolong pertama dari rumah, lauk jatah adik, atau makanan kecil adik. 

Jika hal ini menjadi kebiasaan, akan berlanjut menjadi kebiasaan yang lebih besar, yaitu kinerja staf pemasaran dari kuasa jahat. Jajanan pojokan itu enak lho, kamu tidak punya uang, buka tuh dompet ibu, di atas meja rias. 

Sedikit saja, hanya untuk jajan kog, tidak berdosa, ketahuan pun kau merengek sedikit, bilang menyesal, semua beres. Ayo kapan lagi pojokan beri diskonan sangat menggiurkan? Bujukan maut itu berlanjut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun