Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politikus ini Tidak Tahu Bedanya AHY dan GN

18 Maret 2018   17:20 Diperbarui: 18 Maret 2018   17:30 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politikus ini tidak tahu bedanya AHY dan Gatot Nurmantyo, dalam konteks latar belakangnya yang sama-sama militer. Ia menyatakan Gerindra menutup pintu bagi pencalonan capres da capres dengan nama Gatot Nurmantyo dengan alasan masa lalu militer  Pak Gatot dan Pak Prabowo yang sama, tentu sangat mempengaruhi pemilih. Jelas, cerdas, dan memang demikian.

Menjadi lucu paragraf berikutnya yang berbicara Pak Prabowo dengan siapapun bisa, bisa dengan Bu Puan, AHY, dan banyak lagi. Khusus AHY, jika menutup pintu bagi Pak Gatot N karena alasan militer, mengapa menyatakan bisa dengan AHY. Berbeda jika mengatakan Pak Gatot tidak bisa bersama dengan Pak Prabowo karena alasan lain. Di sini

Menarik perilaku elit Gerindra ini, apa yang disampaikan sering berbau dagelan, kontraproduksi dengan apa yang seharusnya diupayakan untuk menggeber suara Pak Prabowo. Hasil survey toh masih menempatkan suara baik popularitas ataupun keterpilihan masih cukup tinggi. Pun posisi cukup tinggi itu belum bisa mengalahkan suara baik popularitas dan keterpilihan Pak Jokowi.

Sudah bukan saatnya berbicara wacana, ide, apalagi menjelekkan pihak lain. Jangan rusak alam demokrasi yang sudah mulai bertumbuh ini hanya dengan kebencian, kebodohan, dan penyesatan yang disengaja. Kesesatan yang karena tidak tahu sih masih bisa diterim akal sehat, namun jika masalahnya adalah kesengajaan jelas sebuah kejahatan dan kekejian luar biasa.

Apa yang dilakukan elit Gerindra selama ini belum beranjak. Menjadi oposisi yang bermartabat belum bisa selayaknya. Lebih cenderung lucu, culun, dan banyak kebencian tanpa dasar. Kelompok ini diwakili Fadli Zon, Habiburohman, dan kader seperti Ahmad Dhani. Tidak heran sampai Pak Prabowo menyatakan susah mengendalikan sosok ini (Fadli Zon). Posisi strategis pimpinan dewan tidak bisa ia manfaatkan untuk menjadikan "partai oposisi" yang simpatik, menarik pemilih untuk berpaling, malah potensial makin ogah memilih karena perilakunya yang sering asal dan tidak berdasar.

Perselisihan yang sama sekali tidak perlu dengan Bu Ani. Alasannya jelas karena sakit hati dan semata emosional bukan rasional politikus. Dengan Bu Susi juga tidak pada ranah yang tepat, malah cenderung kekanak-kanakan yang melahirkan cemoohan dan kemudian cacian yang memalukan sebenarnya.

Beberapa kali pilihan cerdik dalam memanfaatkan isu terpanas, bisa membuat Gerindra berkibar di atas PDI-P malah. Ingat paling fenomenal itu kala bisa mengatasi isu calon kapolri. Posisi presiden yang sangat rentan bisa dijembatani dengan apik karena peran Pak Prabowo. Pun soal polemik berkepanjangan ala lebaran kuda Pak Beye. Lihat di sini selengkapnya

Isu-isu dan fakta-fakta ini yang perlu digeber, bukan malah membuat intrik politikus kemarin sore yang malah memalukan seperti perilaku dewan Habiburohman. Mengenai PSI yang malah memperlihatkan kemampuan mereka yang kanak-kanak. Media kadang bisa membuat makin moncer, namun bisa juga nyungsep,jika senang bermedia, namun tidak dilengkapi dengan kecakapan dan kesiapan mengeluarkan jurus jitu. Seperti soal dua nama militer yang bisa dinilai bertolak belakang seperti ini. Habiburohman juga jauh lebih riuh pada hal yang tidak menguntungkan bagi partai sebenarnya.

Waktu cukup panjang memang, hampir dua tahun, namun dengan melihat apa yang menjadi modal Gerindra, perilaku pejabat atau elitnya yang demikian, susah untuk mengatakan dua tahun kurang itu sebagai panjang. Memperbaiki kinerja untuk menjual branditu perlu kecerdikan, bukan keculasan. Bangsa ini makin maju, jangan malah diajak mundur lagi dengan pola-pola fitnah dan kawan-kawan.

Susah akan mencapai hasil maksimal kalau masih saja berkutat pada isu asal-usul rival, seperti Jokwoi PKI, Jokowi China, Jokowi agamanya anu, dan sebagainya. Sangat kekanak-kanakan kalau masih mau menjual model itu sebagai bahan dan cara berkampanye. Jangan ngamuk dan mengatakan itu buatan kubu Jokowi sendiri lho, daripada komen begitu dan malu lebih baik ngintip saja dengan dongkol berganda.

Perlu pula meninggalkan menggoreng isu yang akan ditertawakan seperti soal utang dan pembangunan infrastruktur karena toh akan mudah dimentahkan oleh kelompok ahli yang akan ada juga mengantisipasi hal ini. Pun rakyat juga makin cerdas kog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun